Sabtu, 4 Oktober 2025

Eva Noor: Anak-anak Bisa Jadi Garda Depan Keamanan Dunia Maya

Anak-anak bukan sekadar pengguna internet, tetapi juga bisa menjadi agen perubahan dalam menjaga keamanan dunia maya.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Istimewa
AGEN PERUBAHAAN - Ketua Indonesia Women in Cyber Security (IWCS), Eva Noor, menegaskan pentingnya membekali generasi muda dengan kesadaran digital sejak usia dini. Menurutnya, anak-anak bukan sekadar pengguna internet, tetapi juga bisa menjadi agen perubahan dalam menjaga keamanan dunia maya. 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA – Ketua Indonesia Women in Cyber Security (IWCS), Eva Noor, menegaskan pentingnya membekali generasi muda dengan kesadaran digital sejak usia dini.

Menurutnya, anak-anak bukan sekadar pengguna internet, tetapi juga bisa menjadi agen perubahan dalam menjaga keamanan dunia maya.

“Anak-anak sangat pintar, tapi mereka juga butuh dibimbing. Mereka harus tahu bahwa internet bisa jadi tempat yang menyenangkan tapi juga berisiko,” ujar Eva Noor dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu (4/8/2025).

Baca juga: Indonesia Termasuk Negara dengan Spam Call Tertinggi, Kenali Perbedaan Spam dan Scam!

Pernyataan itu disampaikan Eva menyusul suksesnya pelaksanaan program literasi digital Cyber Safe Kids yang digelar di Museum Sandi, Yogyakarta, pada 28 Juli 2025.

Program ini merupakan kolaborasi antara IWCS dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui inisiatif Gerakan Literasi Keamanan Siber (GELITIKS).

Melibatkan siswa-siswi dari 40 SMP di Yogyakarta, Cyber Safe Kids bertujuan membentuk kesadaran keamanan digital sejak dini melalui pendekatan edukatif yang menyenangkan dan aplikatif.

“Menjadi warga digital yang cerdas bukan hanya tugas orang dewasa. Anak-anak juga bisa, dan layak dipercaya menjadi pahlawan digital sejak sekarang,” tegas Eva Noor.

 
Belajar Literasi Digital Lewat Teater dan Kuis Interaktif

Berbeda dari seminar konvensional, Cyber Safe Kids dikemas dalam bentuk teater mini, visual edukatif, dan kuis-kuis ringan yang disesuaikan dengan dunia anak-anak.

Selama satu jam, para siswa diajak menyelami beragam persoalan nyata di dunia digital—dari cyberbullying, akun palsu, konten hoaks berbasis AI, hingga pentingnya menjaga privasi dan jejak digital.

“Acara ini beda dari biasanya. Kita diajak mikir, main, dan bisa tanya bebas soal internet,” ujar seorang siswa kelas 7 dari SMP di Kota Yogyakarta.

Baca juga: AMSI Kecam Teror Digital Terhadap Sejumlah Media di Kepulauan Riau


Kegiatan ini juga menjadi ruang diskusi terbuka. Banyak siswa mengajukan pertanyaan kritis, seperti bagaimana mengenali akun palsu, apa itu deepfake, hingga kenapa hoaks mudah menyebar di media sosial.

Eva Noor mengapresiasi antusiasme peserta yang luar biasa.

“Ini membuktikan bahwa anak-anak tidak hanya pengguna internet, tapi juga peduli dan ingin paham. Kita tinggal beri ruang dan metode yang sesuai,” katanya.

Salah satu fasilitator IWCS menambahkan, beberapa siswa bahkan mempertanyakan mengapa kampanye anti-cyberbullying masih belum cukup menghentikan praktik perundungan siber—menandakan tumbuhnya kesadaran digital yang reflektif di kalangan pelajar.

Eva menekankan, misi Cyber Safe Kids tak berhenti di ruang kelas. IWCS membekali para peserta dengan materi edukatif cetak agar mereka dapat menyebarkan kembali pengetahuan yang didapat kepada adik, tetangga, hingga orangtua mereka sendiri.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved