Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Hasto–Tom Lembong Bebas, DPR Sebut Kepemimpinan Prabowo Merangkul Bukan Membalas Dendam
Anggota Komisi III DPR RI menilai kebijakan pemberian abolisi dan amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto sebagai bentuk rekonsiliasi politik .
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Dewi Agustina
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menjelaskan perbedaan antara amnesti dan abolisi yang merupakan dua instrumen hukum dalam konstitusi Indonesia.
Menurut Fahri, baik amnesti maupun abolisi adalah hak konstitusional presiden yang berakar dari Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan telah dilembagakan dalam sistem ketatanegaraan.
"Keberadaan amnesti sebagai sarana pengampunan berupa penghapusan hukuman yang diberikan oleh presiden terhadap seseorang ataupun sekelompok orang yang telah melakukan suatu tindak pidana," ujar Fahri dalam keterangannya, Sabtu (2/8/2025).
Akan tetapi, tidak semua tindak pidana berhak mendapatkan amnesti. Terutama jika tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana kejahatan internasional atau melanggar HAM.
Amnesti tidak memerlukan permohonan khusus dan dapat diberikan tanpa pengajuan.
Meskipun pada praktiknya diusulkan oleh Sekretariat Negara dan diserahkan ke DPR untuk mendapatkan pertimbangan.
Di sisi lain, abolisi memiliki prosedur dan syarat yang lebih ketat.
"Berbeda dengan amnesti yang tidak memerlukan syarat khusus, abolisi memiliki tiga syarat pengajuan," jelas Fahri.
Pertama, terpidana belum menyerahkan diri kepada pihak berwajib atau sudah menyerahkan diri kepada pihak berwajib.
Kedua, terpidana sedang menjalani atau telah menyelesaikan pembinaan.
Ketiga, terpidana sedang di dalam penahanan selama proses pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan.
Fahri menegaskan, kedua instrumen ini tetap harus mendapat pertimbangan DPR agar sesuai dengan prinsip check and balance.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.