Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Hasto–Tom Lembong Bebas, DPR Sebut Kepemimpinan Prabowo Merangkul Bukan Membalas Dendam
Anggota Komisi III DPR RI menilai kebijakan pemberian abolisi dan amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto sebagai bentuk rekonsiliasi politik .
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong sebagai bentuk kepemimpinan yang merangkul, bukan membalas dendam.
Martin menyebut kebijakan tersebut sebagai bentuk rekonsiliasi politik yang dibutuhkan bangsa dalam menghadapi tantangan ke depan.
Baca juga: Hanura Sebut Abolisi & Amnesti Tom Lembong-Hasto Bagian dari Restorasi Konstitusional
"Keputusan ini mencerminkan semangat besar untuk menyatukan kembali elemen-elemen bangsa yang sempat berseberangan. Presiden Prabowo menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan soal balas dendam, melainkan soal merangkul demi Indonesia yang utuh," kata Martin kepada wartawan, Sabtu (2/8/2025).
Martin menekankan, pemberian amnesti dan abolisi harus dipahami sebagai bagian dari upaya nasional untuk mengedepankan kepentingan bersama ketimbang sekat-sekat politik masa lalu.
"Persatuan nasional tak hanya dibangun lewat kata-kata, tetapi juga lewat tindakan konkret yang menunjukkan bahwa negara hadir untuk semua, termasuk mereka yang telah menjalani proses hukum dan menunjukkan itikad baik," ucapnya.
Politikus Partai Gerindra ini berharap momentum persatuan nasional ini dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan di berbagai sektor.
Menurut dia, bersatunya seluruh elite politik nasional akan memperkuat stabilitas, mempercepat pengambilan kebijakan, dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap arah kepemimpinan nasional.
"Kalau semua tokoh dan partai bersatu, pembangunan akan jauh lebih efektif. Tidak ada energi yang terbuang untuk konflik, dan seluruh kekuatan bisa diarahkan untuk kemajuan bangsa," tutur Martin.
Baca juga: Mencermati Rangkap Jabatan Megawati di Kepengurusan PDIP, Sampai Kapan Isi Posisi Sekjen?
Dengan rekonsiliasi politik yang elegan ini, Martin yakin Indonesia akan memasuki babak baru pemerintahan yang lebih solid dan fokus pada kesejahteraan rakyat.
Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong secara resmi dibebaskan dari tahanan pada Jumat (1/8/2025) malam.
Hasto, yang sebelumnya ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus suap terkait Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR, ditahan di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dia divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Sementara itu, Thomas Lembong, yang merupakan terdakwa dalam perkara impor gula, ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur. Dia dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara sebelum akhirnya mendapat abolisi.
Perbedaan Amnesti dan Abolisi
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menjelaskan perbedaan antara amnesti dan abolisi yang merupakan dua instrumen hukum dalam konstitusi Indonesia.
Menurut Fahri, baik amnesti maupun abolisi adalah hak konstitusional presiden yang berakar dari Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan telah dilembagakan dalam sistem ketatanegaraan.
"Keberadaan amnesti sebagai sarana pengampunan berupa penghapusan hukuman yang diberikan oleh presiden terhadap seseorang ataupun sekelompok orang yang telah melakukan suatu tindak pidana," ujar Fahri dalam keterangannya, Sabtu (2/8/2025).
Akan tetapi, tidak semua tindak pidana berhak mendapatkan amnesti. Terutama jika tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana kejahatan internasional atau melanggar HAM.
Amnesti tidak memerlukan permohonan khusus dan dapat diberikan tanpa pengajuan.
Meskipun pada praktiknya diusulkan oleh Sekretariat Negara dan diserahkan ke DPR untuk mendapatkan pertimbangan.
Di sisi lain, abolisi memiliki prosedur dan syarat yang lebih ketat.
"Berbeda dengan amnesti yang tidak memerlukan syarat khusus, abolisi memiliki tiga syarat pengajuan," jelas Fahri.
Pertama, terpidana belum menyerahkan diri kepada pihak berwajib atau sudah menyerahkan diri kepada pihak berwajib.
Kedua, terpidana sedang menjalani atau telah menyelesaikan pembinaan.
Ketiga, terpidana sedang di dalam penahanan selama proses pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan.
Fahri menegaskan, kedua instrumen ini tetap harus mendapat pertimbangan DPR agar sesuai dengan prinsip check and balance.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.