Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Beda Pandangan Soroti Abolisi dan Amnesti, Novel Baswedan Prihatin, Mahfud MD Lihat Harapan Baru
Novel Baswedan dan Mahfud MD menyorot hal yang berbeda terkait pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto.
Penulis:
timtribunsolo
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - MAntan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan eks Menko Polhukam RI, Mahfud MD memiliki pandangan berbeda terkait abolisi dan amnesti yang diberikan Presiden Prabowo Subianto.
Sebanyak 1.116 orang dikabarkan akan mendapatkan amnesti dan abolisi dari Presiden Prabowo, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan usai rapat konsultasi bersama DPR RI, Kamis (31/7/2025).
Supratman mengungkap, 1.116 orang yang mendapat abolisi dan amnesti sudah melalui verifikasi dan uji publik oleh Kemenkumham.
“Amnesti terhadap 44 ribu orang tetapi setelah kami verifikasi hari ini baru yang memenuhi syarat yakni 1.116. Nanti ada tahap kedua. Yang 1.168 ini sudah kita lakukan verifikasi, sudah lakukan uji publik juga,” ujarnya.
Dua orang yang mendapatkan keuntungan ini adalah Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto.
Tom Lembong mendapatkan abolisi atas dugaan kasus impor gula yang menimpanya.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto mendapatkan amnesti atas dugaan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) dan perintangan penyidik kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.
Pemberian abolisi dan amnesti dari Prabowo ini tuai beragam respons mulai dari pujian hingga kritikan.
Novel Baswedan Prihatin
Sebelumnya Novel Baswedan mengaku prihatin dan kecewa atas keputusan Prabowo memberikan abolisi dan amnesti.
"Saya prihatin dan kecewa ketika mendengar Amnesti dan Abolisi digunakan pada perkara Tindak Pidana Korupsi," kata Novel dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).
Baca juga: Senang Tom Lembong Bebas usai Dapat Abolisi, Anies: Jangan Dulu Diminta Hadir di Acara
Pemberian abolisi dan amnesti dikhawatirkan dapat menjadi kiblat yang buruk bagi penyelesaian kasus korupsi di Indonesia.
"Ketika penyelesaian kasus Tindak Pidana Korupsi dilakukan secara politis maka ini akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah dan DPR seharusnya lebih memprioritaskan penguatan institusi pemberantasan korupsi daripada memberikan pengampunan kepada pelaku korupsi.
"Bukan justru menyelesaikan perkara korupsi secara politis, dan membiarkan KPK tetap lemah," ujar Novel.
Dalam kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, Novel turut menyampaikan pendapatnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.