Pimpinan DPR Terima Surat dari Komisi III Terkait Mahkamah Konstitusi, Puan Ungkap Isinya
DPR terima surat dari Komisi III terkait Mahkamah Konstitusi (MK) tapi Puan Maharani enggan merinci putusan MK yang dimaksud.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (24/7/2025) mengumumkan bahwa pimpinan DPR menerima surat dari Komisi III terkait Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir saat memimpin Rapat Paripurna, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
"Surat pimpinan Komisi III DPR RI nomor B/799/PW.01.02/7/2025 tanggal 23 Juli 2025 perihal Mahkamah Konstitusi," ungkap Adies.
Saat dikonfirmasi usai Rapat Paripurna, Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan surat tersebut terkait kajian terhadap putusan yang diambil MK dan menjadi perhatian publik serta parlemen.
Namun Puan tidak merinci putusan MK yang dimaksud.
Ada pun, putusan MK kekinian yang menjadi perhatian yakni soal pemisahan pemilu lokal dan nasional.
Baca juga: Pemerintah Sebut Pemilu Sudah Siap Pakai E-Voting, KPU: Perlu Dipikirkan Lagi
Putusan tersebut dinilai melewati kewenangan MK dan melanggar konstitusi.
"Surat yang dari Komisi III adalah berkait dengan kajian telaah terkait dengan situasi atau masalah yang kemarin sedang bergulir yang di hal-hal yang menjadi keputusan MK," ujar Puan.
"Apa yang menjadi masukan dari Komisi III, apa yang menjadi kajian dan telaahannya kemudian diberikan kepada pimpinan untuk kemudian kami nantinya akan membahasnya sesuai dengan mekanisme yang ada," imbuh Puan.
Lebih lanjut, Puan mengatakan pimpinan DPR RI akan menindaklanjuti surat tersebut sesuai mekanisme yang berlaku.
"Jadi tadi memang suratnya sudah masuk ke dalam rapat paripurna untuk nanti dan disetujui di rapat paripurna untuk kemudian dibahas oleh pimpinan," pungkas Puan.
Soal Pemilu Lokal dan Nasional
Pemilu Lokal dan Nasional di Indonesia kini resmi dipisahkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang akan mulai berlaku pada Pemilu 20292.
Ini adalah perubahan besar dalam sistem demokrasi Indonesia.
Baca juga: Pemisahan Pemilu Nasional-Daerah Tak Jamin Integritas, Banyak Faktor Perlu Dibenahi
Alasan Pemisahan
Beban kerja penyelenggara terlalu berat saat pemilu serentak lima kotak (2019 & 2024), bahkan menyebabkan kelelahan ekstrem1
Pemilih jenuh dan tidak fokus, karena harus memilih banyak calon dalam waktu singkat
Isu lokal tenggelam oleh kampanye nasional, sehingga pembangunan daerah kurang diperhatikan
Partai politik terjebak pragmatisme, karena waktu persiapan kader terlalu sempit
Dampak dan Tantangan
Perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan DPRD hasil Pilkada 2024 hingga 2031 sedang dikaji sebagai solusi masa transisi
Belum ada revisi UU Pemilu dan Pilkada, DPR dan KPU masih menyusun kajian dan menunggu momentum pembahasan
Pro dan kontra politik muncul, termasuk dari PDIP yang menyebut sistem ini berpotensi feodal
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.