Kasus Suap di Kementerian Tenaga Kerja
KPK Telusuri Asal-usul Harley Davidson Sitaan dari Eks Stafsus Menaker Ida Fauziyah
KPK mendalami asal-usul moge Harley-Davidson yang disita dari Risharyudi Triwibowo.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami asal-usul motor gede (moge) Harley-Davidson yang disita dari Risharyudi Triwibowo, mantan Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Stafsus Menaker) periode 2019–2024 Ida Fauziyah.
Risharyudi Triwibowo sekarang menjabat sebagai Bupati Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.
KPK kini berfokus menelusuri sumber uang yang digunakan untuk membeli kendaraan mewah tersebut, yang diduga berasal dari aliran dana kasus korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa penelusuran ini merupakan bagian dari upaya membongkar aliran dana korupsi senilai total Rp53 miliar.
"Ini pelan-pelan, kami sedang menyusuri uang-uang tersebut yang Rp53 miliar sekian itu sedang kita susuri. Nah salah satunya adalah kita baru dapat yang terakhir ini dibelikan kepada motor. Itu mengalir kepada stafsus," ungkap Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Moge tersebut kini telah disita dan diamankan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK di Cawang, Jakarta Timur.
Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa KPK tidak hanya berhenti pada pembelian moge.
Tim penyidik juga tengah bekerja keras menggali informasi lebih dalam mengenai ke mana saja sisa aliran dana korupsi tersebut bermuara.
Untuk mendukung proses ini, KPK sedang melakukan pemeriksaan forensik terhadap sejumlah barang bukti elektronik yang telah disita.
"Kita sedang gali informasinya dari stafsus itu dan dari pihak-pihak lain. Dan termasuk juga dari barang bukti elektronik yang saat ini, seperti saya sampaikan, itu sedang mulai kita bongkar isinya," katanya.
Selain menelusuri aliran uang, KPK juga mendalami struktur komando di balik dugaan pemerasan terkait izin penggunaan tenaga kerja asing (TKA).
Baca juga: KPK Dalami Praktik Pemerasan TKA di Kemnaker Era Hanif Dhakiri-Ida Fauziyah
Menurut Asep, penyidik tengah mencari tahu siapa yang memberikan perintah dan siapa inisiator utama praktik ilegal tersebut.
"Jadi ada dua ya [yang didalami]. Ada alur perintahnya, perintahnya dari siapa nih untuk mungut itu? Karena tidak mungkin ini hanya dilakukan oleh para pegawai tadi atau eksekutor tadi tanpa ada perintah dari atasan. Sampai di mana nih perintah itu? Siapa yang memiliki ide pertama untuk melakukan hal tersebut?" kata Asep.
Kasus korupsi di Kemnaker yang tengah diusut KPK ini terkait dengan dugaan pemerasan dalam pengurusan izin TKA selama periode 2019–2024.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka.
Para oknum pejabat di Kemnaker diduga melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.
Modus Pemerasan
Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan modus dugaan pemerasan dalam pengurusan izin TKA.
Setyo menjelaskan para tersangka membangun modus di mana pemohon RPTKA sengaja dipersulit jika tidak memberikan sejumlah uang.
Verifikator, atas perintah atasan mereka, hanya akan memproses permohonan dari perusahaan yang sudah membayar atau berjanji akan membayar.
"Bagi pemohon yang tidak memberikan uang, berkasnya tidak diberi tahu kekurangannya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktunya. Hal ini memaksa mereka membayar agar tidak terkena denda harian sebesar Rp1 juta per TKA selama RPTKA belum terbit," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Dari total uang haram Rp53,7 miliar yang terkumpul selama periode 2019–2024, para tersangka menerima bagian dengan jumlah bervariasi.
Baca juga: KPK Dalami Dugaan Praktik Pemerasan TKA di Kemnaker Era Hanif Dhakiri
Tersangka HY diduga menerima bagian terbesar, yakni sekurang-kurangnya Rp 18 miliar, sementara tersangka PCW menerima Rp13,9 miliar.
Hingga saat ini, para pihak telah mengembalikan uang ke negara melalui rekening penampungan KPK sebesar Rp8,51 miliar.
Penyidik juga telah menyita aset bergerak berupa 13 unit kendaraan dan aset tidak bergerak berupa puluhan bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Jabodetabek dan Jawa Tengah.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.