Jumat, 3 Oktober 2025

Peradi Harap RUU KUHAP Bisa Disahkan Jadi Undang Undang pada Tahun 2025

Peradi merupakan organisasi profesi yang menaungi para advokat (pengacara) di Indonesia.

Editor: Hasanudin Aco
Istimewa/Tribunnews.com
PEMBAHASAN RUU KUHAP - Peradi RDPU dengan Komisi III DPR di ‎Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (21/7/2025). Peradi optimistis bahwa Komisi III DPR dan pemerintah dapat mengesakan RUU KUHAP ini menjadi UU sesuai target yang telah ditetapkan. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mendukung Komisi III DPR RI untuk terus membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan mengesahkannya menjadi UU.

Peradi merupakan organisasi profesi yang menaungi para advokat (pengacara) di Indonesia.

Didirikan pada 21 Desember 2004 sebagai respons terhadap UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. 

“DPR agar tidak ragu, tetap bekerja dan menyegerakan, menyelesaikan, dan kemudian pada tahun 2025 ini juga mengesahkan RUU KUHAP menjadi undang-undang,” kata Ketua Harian DPN Peradi R Dwiyanto Prihartono usai RDPU dengan Komisi III DPR di ‎Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (21/7/2025).

Advokat senior yang karib disapa Dwi ini, menjelaskan, Peradi di bawah Ketua Umum (Ketum) Prof Otto Hasibuan bersama 12 organisasi advokat membuat sikap bersama mendukung DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU KUHAP hingga mengesahkannya menjadi UU.

“Kita [Peradi] adalah jadi bagian penting ketika kita merasa dan mendengar, membaca, dan memperoleh informasi bahwa sepertinya KUHAP ini akan mengalami hambatan,” ujar pria lulusan Magister Hukum Bisnis di Universitas Gadjah Mada itu.

Hambatan tersebut, lanjut dia, kemungkinan karena adanya pihak-pihak yang kepentingannya tidak sejalan dengan RUU KUHAP.‎ Atas dasar itu, Peradi bersama 12 organisasi advokat mendatangi Komisi III DPR dan membuat pernyataan sikap bersama.

“Penyataan sikap pada pokoknya, DPR agar tidak ragu, tetap bekerja dan menyegerakan, menyelesaikan, dan kemudian pada tahun 2025 ini juga mengesahkan RUU KUHAP,” katanya.

Dalam RDPU kali ini, Peradi kembali mengingatkan Komisi III DPR soal penyadapan. Ini merupakan salah satu poin penting dari sekitar 200 poin DIM dan masukan yang sebelumnya telah diserahkan Peradi kepada Komisi III DPR.

Ia menjelaskan Peradi menilai penyadapan ini‎ sangat krusial atau penting dan perlu dikaji ulang dalam RUU KUHAP karena berhubungan dengan akses terhadap data pribadi orang.

“Jangan sampai terjadi ada proses penyadapan-penyadapan yang dilakukan oleh orang lain, tetapi dipergunakan untuk satu kasus tertentu berdasarkan laporannya orang,” ujarnya.

Berikutnya, kata Dwi, jangan sampai terjadi penyadapan terhadap seseorang yang dilakukan oleh orang di luar kepolisian atau instasi yang berwenang.

“Itu [hasilnya] juga dipergunakan. Ketika kita sampaikan itu agar DPR berhati-hati soal ini,” katanya.

Peradi menyambut baik sikap Komisi III DPR sebagaimana disampaikan ketuanya, Habiburokhman, tegas menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan (mendrop) pasal penyadapan dari RUU KUHAP.

“Ketua Komisi mengatakan bahwa memang ini sudah akan di-drop tentang penyadapan dan kami menyambut gembira itu,” katanya.

Peradi optimistis bahwa Komisi III DPR dan pemerintah dapat mengesakan RUU KUHAP ini menjadi UU sesuai target yang telah ditetapkan.

“Kalau ini dihambat, saya tidak bisa memahaminya karena KUHAP akan berlaku tahun depan, tanggal 1 Januari,” ujarnya.

Menurut Dwi, ‎biar bagaimanapun harus ada sinkronisasi antara KUHP sebagai hukum materiel dan KUHAP sebagai hukum formil, sehingga semuanya dijalankan sesuai tujuan, khususnya untuk melindungi hak asasi manusia (HAM).

Dwi menyampaikan, Peradi menghadiri RDPU ini memenuhi undangan Komisi III DPR RI. Adapun jajaran pengurus yang hadir, jumlahnya sesuai yang diminta oleh Komisi III.

“Empat orang, saya sendiri Ketua Harian, Dwiyanto Prihartono, ada Pak Dr. Sapriyanto Refa, Wakil Ketua Umum. Wakil Sekjen, Pak Harlen Sinaga; ada Humas Riri Purbasari Dewi, dan Pak Nikolas Simanjuntak Ketua Bidang Kajian Hukum,” katanya.

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah Indonesia untuk menggantikan UU No. 8 Tahun 1981 yang sudah berlaku selama lebih dari 40 tahun.

Tujuan Utama RUU KUHAP

Menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan teknologi, sistem ketatanegaraan, dan konvensi internasional

Mewujudkan sistem peradilan pidana yang terpadu, adil, dan berbasis HAM

Menyelaraskan dengan KUHP baru yang akan berlaku mulai Januari 2026

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved