Karhutla Ancam Danau Toba, Pimpinan Komisi VII DPR Serukan Aksi Kolektif
Dia menilai kebakaran berulang ini bukan lagi sekadar bencana musiman, tetapi refleksi nyata dari krisis iklim global yang kini dirasakan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, menyerukan tindakan kolektif untuk menyelamatkan kawasan Danau Toba dari ancaman kebakaran hutan dan krisis iklim yang terus membayangi.
Dia menyebut kawasan geopark warisan dunia itu tengah berada di titik kritis akibat bencana berulang yang mencederai nilai ekologis dan budaya Tanah Batak.
“Danau Toba bukan sekadar situs geologi, tetapi simbol relasi manusia dengan bumi purba. Ketika kebakaran hutan dan perubahan iklim terus menghantam kawasan ini, itu berarti kita sedang mengabaikan warisan dunia yang dipercayakan kepada kita,” kata Lamhot kepada wartawan, Minggu (20/7/2025).
Lamhot mengutip data BPBD Sumatera Utara yang mencatat sedikitnya 41 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak Mei hingga pertengahan Juli 2025.
Peristiwa tersebut terjadi di tujuh kabupaten sekitar kawasan Geopark Toba, termasuk Samosir, Toba, Karo, dan Simalungun, bahkan menyasar titik-titik strategis geosite yang telah diakui UNESCO sebagai warisan geologi dunia.
Dia menilai kebakaran berulang ini bukan lagi sekadar bencana musiman, tetapi refleksi nyata dari krisis iklim global yang kini dirasakan langsung oleh masyarakat lokal.
“Perubahan iklim bukan lagi teori di ruang kelas. Ia hadir membakar hutan, merusak tanah, memukul pariwisata, dan mengguncang penghidupan masyarakat,” ungkap politisi Partai Golkar itu.
Baca juga: Anak-anak Terapung Sesaat KM Barcelona Terbakar, Lelaki Tak Dikenal Datang Menolong
Untuk itu, Lamhot mendorong kebijakan lintas sektor yang menyinergikan pelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat adat, dan pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Dia mengusulkan beberapa langkah konkret, di antaranya, penguatan sistem peringatan dini berbasis data sateli; pelibatan masyarakat adat sebagai penjaga lanskap; integrasi pengetahuan lokal seperti siklus musim dan arah angin; pengembangan paket wisata geologi rendah karbon; dan pelatihan pelaku wisata sebagai duta konservasi
“Geopark Toba bisa menjadi pusat literasi perubahan iklim—tempat di mana pengunjung tak hanya menikmati keindahan, tapi juga memahami krisis planet yang sedang berlangsung,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Lamhot menegaskan bahwa penyelamatan Danau Toba tidak bisa dibebankan hanya pada satu pihak. Ia mendorong kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, masyarakat lokal, sektor swasta, akademisi, dan komunitas internasional.
Baca juga: Benturan Kewenangan Pusat-Daerah Bikin Tempat Wisata Bisa Ditinggal Turis, Tito Singgung Bunakan
Sebagai anggota DPR dari dapil Sumatera Utara II, Lamhot berkomitmen terus memperjuangkan keberlanjutan Danau Toba melalui penguatan regulasi, anggaran, dan program pembangunan hijau.
“Mari kita ubah krisis ini menjadi momentum untuk membenahi Danau Toba. Kita semua punya tanggung jawab menjaga warisan ini untuk generasi yang akan datang,” pungkasnya.
40 Rumah Terbakar di Nunukan, Warga Sebut Dibakar Pria Misterius |
![]() |
---|
7 Wisata Air Terjun di Yogyakarta dengan Pemandangan Indah, Cocok Dijadikan Referensi Liburan |
![]() |
---|
Soroti Banjir di Bali, Eddy Soeparno: Dampak Krisis Iklim Makin Nyata |
![]() |
---|
Pengelolaan Lingkungan Barito Pacific Diganjar Penghargaan ESG |
![]() |
---|
Tantangan Sampah dan Ekonomi Sirkular: L’Oréal Indonesia Dorong Kolaborasi Lintas Sektor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.