Senin, 29 September 2025

Pekerja Migran Bukan Komoditas Perdagangan

Dato Zainul menilai narasi yang dipublikasikan KemenP2MI tersebut tidak etis dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan.

Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
Dokumentasi pribadi
KRITIK RENCANA EKSPOR JASA - Koordinator Forum Komunikasi Pekerja Migran Indonesia (FKPMI) Dato Zainul Arifin menyoroti keras unggahan resmi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) yang menampilkan rencana ekspor jasa tenaga kerja lewat misi dagang Kementerian Perdagangan (Kemendag) ke Eropa. Rencana itu disebut bagian dari rangkaian Gamescom di Jerman, 21–22 Agustus 2025. Menurut Zainul, narasi tersebut tidak etis dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan. 

Konon KemenP2MI juga bakal melibatkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang kredibel dan berpengalaman untuk turut serta dalam kolaborasi misi dagang Kementerian P2MI dan Kemendag.

Dalam tahap awal, misi dagang ini akan fokus pada sektor hospitality, mengingat tingginya permintaan tenaga kerja di bidang tersebut di Eropa. Adapun posisi yang akan ditawarkan mencakup housekeeping, spa terapis, barista, waiter, cook atau chef.

Dalam unggahan itu, Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menyebut kolaborasi ini sejalan dengan mandat Kemendag dalam mempromosikan ekspor jasa, serta membuka peluang baru menjelang finalisasi perjanjian Indonesia-European Union Sustainable Investment and Partnership Agreement (Indonesia-EU SIPA).

Dia menyebut sektor jasa, termasuk penempatan tenaga kerja terampil ke luar negeri, perlu mendapat perhatian lebih dalam strategi perdagangan Indonesia ke depan.

Apa itu FKPMI

Forum Komunikasi Pekerja Migran Indonesia (FKPMI) hadir sebagai organisasi masyarakat sipil yang aktif mengadvokasi hak-hak buruh migran.

Forum ini berperan penting dalam mendorong transparansi proses penempatan tenaga kerja ke luar negeri dan menyoroti berbagai praktik pungutan liar yang merugikan ribuan calon pekerja migran.

Koordinator FKPMI, Muhamad Zainul Arifin, menyampaikan bahwa forum tersebut kerap menerima laporan dari PMI, khususnya yang hendak diberangkatkan ke Malaysia dan negara-negara Timur Tengah.

Menurutnya, banyak calon pekerja dikenakan biaya-biaya tidak resmi, seperti pungutan untuk visa (VIMA), SML, dan pemrosesan melalui sistem online tertentu yang dianggap bermasalah.

“Kami menduga ada sistematisasi pungli dalam proses penempatan PMI, terutama ke Malaysia. Biaya-biaya ini membebani pekerja dan tidak transparan asal-usulnya,” ujar Zainul.

FKPMI bahkan telah beberapa kali melayangkan pengaduan resmi ke berbagai instansi pemerintah, seperti Menkopolhukam, Bareskrim Polri, hingga Ombudsman RI, guna menuntut penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan praktik maladministrasi dalam sistem penempatan.

Selain advokasi hukum, FKPMI juga aktif dalam kegiatan edukasi dan pendampingan. Organisasi ini berusaha memberikan informasi lengkap kepada calon PMI agar memahami jalur resmi penempatan serta risiko dari proses ilegal yang kerap menjebak pekerja dalam praktik perdagangan manusia.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan