Senin, 29 September 2025

DPR Minta KPK Tidak Khawatir Soal Impunitas Advokat di RUU KUHAP

Soedeson menjelaskan, secara prinsip, KUHAP merupakan hukum acara yang mengatur relasi antara negara dan warga negara dalam proses pidana. 

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
RUU KUHAP - Anggota Komisi III DPR RI sekaligus anggota Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP Soedeson Tandra, meminta KPK tidak perlu khawatir terhadap ketentuan mengenai impunitas advokat dalam draf RUU tersebut.  

Menurutnya, seluruh Fraksi di Komisi III DPR sepakat untuk memasukkan ketentuan tersebut ke dalam Pasal 140 ayat (2) RUU KUHAP.

"Bunyinya seperti ini, 'Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar persidangan'," ujar Habiburokhman.

Dia menambahkan, frasa “di luar persidangan” telah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Advokat.

"Lalu penjelasannya, yang sering menjadi karet soal itikad baik itu. Yang dimaksud 'itikad baik' yaitu sikap dan perilaku advokat dalam menjalankan tugas dan pendampingan hukum berdasarkan kode etik profesi advokat," ungkapnya.

Habiburokhman beralasan, selama ini banyak advokat merasa kehadirannya dalam pemeriksaan tak memiliki pengaruh nyata. 

Sebab, advokat hanya diperbolehkan hadir secara pasif, tanpa ruang menyampaikan keberatan terhadap proses yang tidak adil.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menilai bahwa memasukkan klausul impunitas advokat dalam KUHAP tidak tepat secara yuridis. 

Menurut Tanak, KUHAP adalah hukum pidana formil yang hanya mengatur prosedur penegakan hukum, dan bukan tempat untuk menetapkan perlindungan profesi.

"KUHAP adalah hukum acara pidana yang hanya mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil, mulai dari penyelidikan hingga putusan. Bukan tempat untuk mencantumkan perlindungan profesi," kara Tanak kepada wartawan, Sabtu (12/7/2025).

Tanak berpendapat, pengaturan seperti impunitas sebaiknya ditempatkan dalam undang-undang sektoral masing-masing, seperti Undang-Undang Advokat untuk advokat, Undang-Undang Kejaksaan untuk jaksa, dan UU Kehakiman untuk hakim.

“Jika advokat menghendaki impunitas atau perlindungan hukum, hal itu seharusnya diatur dalam Undang-Undang tentang Advokat, seperti halnya perlindungan jaksa diatur dalam UU Kejaksaan,” ujar Tanak.

Tanak berharap DPR dan pemerintah mempertimbangkan ulang substansi pasal tersebut agar tidak terjadi kekeliruan dalam penempatan norma hukum dalam sistem perundang-undangan nasional.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan