Selasa, 7 Oktober 2025

Kritik Psikolog Forensik: Negara Dinilai Lunak ke Pelaku Kekerasan Seksual

Menariknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala itu menyatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan extraordinary crime

Tribunnews.com/Danang Triatmojo
KEKERASAN SEKSUAL ANAK - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri, beri pandangan dalam diskusi bertajuk 'Hukum di Indonesia: Menyembuhkan atau Menyiksa Korban Kekerasan Seksual?' di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (11/7/2025). Ia menyoroti ketimpangan penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual di Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Psikolog forensik Reza Indragiri kembali menyoroti ketimpangan penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual di Indonesia. Ia menyebut negara justru terkesan memberi ruang bagi pelaku, alih-alih fokus pada pemulihan korban.

Pernyataan itu disampaikan Reza dalam diskusi publik bertema "Hukum di Indonesia: Menyembuhkan atau Menyiksa Korban Kekerasan Seksual?" yang digelar di Perpustakaan Nasional RI, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (11/7/2025).

Menurutnya, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) masih menyimpan celah keberpihakan terhadap pelaku.

"Undang-Undang TPKS memberi pelayanan terhadap pelaku. Kalau ditanya ke saya, anti-klimaks pidana seksual itu di mana? Jawaban saya, di seberang sana, perpustakaan, Monas, Istana, itu dia," ujar Reza menyinggung simbol negara.

Ia lalu mengulas kembali kasus kekerasan seksual yang sempat menghebohkan publik pada tahun 2018. Kala itu, beberapa guru asing diduga melakukan kekerasan seksual terhadap siswa di sebuah sekolah internasional di Jakarta.

Menariknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala itu menyatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Namun tak lama berselang atau setahun berikutnya, negara memberikan grasi kepada para pelaku yang telah dipidana.

"Jadi, Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa," ucap Reza.

"Coba bayangkan, dia katakan kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa. Tapi selama beberapa bulan kemudian, dia memberikan grasi kepada para pelaku kejahatan luar biasa itu."

Baca juga: Marak Kekerasan Seksual di Pesantren, Menag Bentuk Tim Khusus Pencegahan

Bagi Reza, keputusan tersebut menjadi sinyal inkonsistensi negara dalam menangani kejahatan seksual terhadap anak. Ia menyebut langkah tersebut sebagai bentuk anti-klimaks dan kemunduran serius dalam komitmen perlindungan korban.

"Anti-klimaks atau penolakan terbesar, langkah mundur tajam, berbelok itu, justru jangan-jangan datang dari negara sendiri. Dalam hal ini siapa, entah itu penegak hukumnya, atau dari pemimpin nasionalnya," pungkas Reza.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved