UU Pemilu
Pimpinan DPR Tegaskan Tak Ada Revisi UU MK Setelah Putusan Pemisahan Pemilu Lokal Nasional
Wakil Ketua DPR RI Fraksi Partai Golkar Adies Kadir menegaskan hingga saat ini belum ada pembahasan Revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Adi Suhendi
Masalah itu antara lain tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu hingga ancaman terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu.
Selain itu, MK juga berpendapat pelaksanaan yang berhimpitan juga berimplikasi pada partai politik.
Hal itu diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pembacaan putusan pada Kamis (26/6/2025).
"Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum," kata Hakim Arief Hidayat.
Kini, MK menyatakan norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa:
"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota."
Dengan pemaknaan tersebut, MK menegaskan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada secara serentak tidak bisa lagi dilakukan dalam satu waktu bersamaan.
Norma-norma lain terkait model penyelenggaraan pemilu ke depan pun harus disesuaikan dengan makna tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.