Kamis, 2 Oktober 2025

Eks Pengacara Brigadir J Kecam Kementerian HAM Jadi Penjamin Tersangka Perusakan di Sukabumi

Martin Simanjuntak mengecam tindakan Kementerian HAM yang mau menjadi penjamin tujuh tersangka perusakan agar bisa ditangguhkan penahanannya.

Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
KECAM KEMENTERIAN HAM - Mantan pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Martin Simanjuntak. Dia mengecam tindakan Kementerian HAM yang justru menawarkan diri menjadi penjamin terhadap tujuh tersangka perusakan rumah retret di Sukabumi agar penahanannya ditangguhkan. Menurutnya, jika hal ini benar-benar dilakukan, maka dia meyakini peristiwa intoleransi di Indonesia akan meningkat drastis. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan pengacara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Martin Lukas Simanjuntak mengecam rencana Kementerian HAM yang bakal menjadi penjamin penangguhan penahanan tujuh tersangka perusakan rumah retret di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Martin menilai keputusan yang diambil Kementerian HAM tersebut adalah aneh dan mengandung cacat logika.

"Suatu keputusan yang aneh dan cacat logika berpikir serta tidak mendukung pemerintah dalam pencegahan tindakan intoleransi," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/7/2025).

Menurutnya, sikap Kementerian HAM tersebut bakal membuat pelaku semakin tidak takut untuk melakukan tindakan intoleransi.

Pasalnya, mereka merasa dijamin oleh pemerintah jika berujung tindakan intoleransinya dilakukan proses hukum.

"Dalam hal ini negara melalui Kementerian Hak Asasi Manusia memberikan pernyataan dan jaminan tegas kepada para pelaku intoleransi bahwa negara akan selalu siap mendukung para pelaku intoleransi."

"Dan tidak perlu takut dengan proses hukum karena para pelaku intoleransi akan dijamin oleh negara untuk tidak lakukan penahanan," tegasnya.

Politikus PSI itu juga mengatakan jika hal ini terjadi, maka Kementerian HAM menurutnya wajib melakukan hal serupa terhadap para tersangka kasus intoleransi lainnya.

Baca juga: Insiden Pembubaran Retret di Sukabumi Dinilai Sebagai Pelanggaran Terhadap Konstitusi

Martin menjelaskan jika ada suatu kasus ingin diselesaikan secara keadilan restoratif atau restorative justice, maka harus memenuhi beberapa unsur seperti tindakan pidana menimbulkan keresahan, berdampak konflik sosial, hingga mengandung sifat radikalisme dan separatisme.

"Kementerian HAM sebelum membuat pernyataan dan sikap seharusnya mempertimbangkan dua aspek penting yaitu yang pertama aspek perlindungan terhadap korban, dan yang kedua aspek hukum dan pencegahan (deterrent effect)," ujarnya.

Martin meyakini jika sikap Kementerian HAM ini terus dilanjutkan, maka peristiwa intoleransi di Indonesia bakal meningkat drastis.

"Miris sekali keadaan negara kita ini, saya yakin arwah para leluhur "kami" yang dulu  ikut berjuang menumpahkan darah dan mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan Indonesia sedang menangis di alam fana," pungkasnya.

Kementerian HAM Usulkan Penangguhan Penahanan, Tawarkan Jadi Penjamin

Sebelumnya, staf khusus (stafsus) Menteri HAM, Thomas Harming Suwarta, mengatakan pihaknya mengusulkan dilakukannya penangguhan penahanan terhadap tujuh tersangka perusakan rumah retret milik Maria Veronica Ninna (70).

Bahkan, Suwarta mengungkapkan pihaknya bakal menjadi penjamin agar tujuh tersangka bisa ditangguhkan penahanannya.

Dia mengatakan upaya pencarian keadilan bisa dilakukan berbagai cara dari mediasi ataupun  restorative justice.

"Jadi mencari keadilan itu banyak upaya dan caranya termasuk tadi ada yang bertanya soal restorative justice, dilakukan upaya mediasi, dan kami siap dari Kementerian HAM untuk memberikan jaminan agar para tujuh tersangka kita lakukan penangguhan penahanan. Kami akan memberikan pernyataan resmi kepada pihak kepolisian," katanya dalam konferensi pers di Pendopo Sukabumi, Kamis (3/7/2025).

Terpisah, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenham Jawa Barat, Hasbullah Fudail, berharap agar kasus perusakan rumah retret di Sukabumi berakhir damai.

Hasbullah mengatakan pihaknya sudah menggali informasi mendalam terkait kasus ini dan menemukan fakta bahwa para tersangka tidak tahu menahu soal permasalahan yang terjadi.

Para tersangka mengaku hanya diajak untuk melakukan perusakan.

Dia juga berharap agar dilakukannya upaya damai karena rata-rata para tersangka adalah tulang punggung keluarga.

"Kita sudah gali persoalan-persoalan semua tadi, mereka tidak tahu apa-apa, kemudian ada dari tokoh masyarakat bahwa mereka tidak pernah ada berbuat ini (rusuh) di warga, terus ekonomi rata-rata cuma satu orang yang bekerja di pabrik mineral itu kan, yang lainnya kan serabutan semua."

"Terus tadi istrinya ada yang hamil itu menyedihkan juga dari aspek kemanusiaan, sehingga kita berjuang dari perspektif hak asasi manusia kita ingin mereka ya sebelum ini toh tidak dilarikan dan sebagainya oleh siapa pun kira-kira, sehingga kita berharap ada penangguhan penahanan, kira-kira begitu," katanya pada Kamis, dikutip dari Tribun Jabar.

Hasbullah mengibaratkan para tersangka hanyalah orang yang hanya sekedar lewat dan merekam momen saat dilakukannya perusakan dan pengusiran retret pelajar tersebut.

Dia pun berharap agar aktor intelektual dari perusakan tersebut yang diproses hukum.

"Kita menganggap ini cuma orang-orang yang lewat dan kebetulan ada rekaman video yang lewat viral kan, kira-kira begitu dan mereka juga minta maaf karena tidak ada maksud direncanakan, itu tiba-tiba aja, sehingga kita juga berharap intelektualnya, aktornya itu lah yang harus diproses."

"Jadi kita ingin satu misi supaya permasalahan ini islah, damai, tidak sampai ke pengadilan," ujar Hasbullah.

Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jabar dengan judul "Kemenham Jabar Temui Para Tersangka Perusakan Rumah di Sukabumi, Berharap Kasus Berakhir Damai"

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jabar/M Rizal Jalaludin)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved