Penulisan Ulang Sejarah RI
Sosok 2 Legislator PDIP yang Menangis Dengar Jawaban Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998
MY Esti Wijayati dan Mercy Chriesty Barends, menangis mendengar penjelasan Fadli Zon soal penyangkalan kasus pemerkosaan massal 1998.
Penulis:
Muhamad Deni Setiawan
Editor:
Bobby Wiratama
Ia menyebut bahwa soal kekerasan seksual massal yang ramai di media merupakan pendapat pribadinya.
"Soal penulisan sejarah itu pendapat saya pribadi soal diksi massal itu, kenapa? Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis," ucap Fadli di Ruang Rapat Komisi X DPR, Senayan, Jakarta.
Ia mengklaim tidak menegasikan kekerasan seksual pada konflik 1998.
Menurutnya, perbedaan pendapat dalam sebuah forum merupakan hal yang wajar.
"Saya kira perbedaan-perbedaan pendapat mungkin di dalam forum yang lain bukan saya sebagai Menteri Kebudayaan."
"Saya siap sebagai seorang sejarawan, sebagai seorang peneliti untuk mendiskusikan ini dan sangat terbuka," imbuhnya.
Mendengar jawaban Fadli Zon, MY Esti mengaku sakit hati. Ia menegaskan Fadli Zon tidak memiliki kepekaan terhadap para korban.
"Semakin Pak Fadli Zon ini bicara, rasanya kenapa semakin sakit dia? Soal pemerkosaan, mungkin sebaiknya nggak perlu di forum ini, Pak," ucapnya sambil menangis.
"Karena saya pas kejadian itu juga enggak ada di Jakarta sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari. Tetapi ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban perkosaan," ungkapnya.
Kemudian, Fadli Zon menimpali jawaban MY Esti. Ia mengakui bahwa peristiwa kekerasan seksual itu terjadi.
"Saya mengakui, dalam penjelasan saya, saya mengakui terjadi peristiwa itu," jawab Fadli.
Setelah itu, Mercy Chriesty Barends menegaskan pentingnya keberanian negara dalam mengakui dan meminta maaf atas berbagai peristiwa kelam tersebut.
Ia secara emosional mengingat kembali pengalaman pribadinya sebagai bagian dari tim pendokumentasian testimoni korban kekerasan seksual dari berbagai daerah konflik seperti Maluku, Papua, dan Aceh.
“Saya termasuk bagian yang ikut mendata itu, testimoni. Sangat menyakitkan. Kita bawa itu testimoni dalam desingan peluru,” ujarnya sambil terisak.
Mercy juga menyinggung soal minimnya pengakuan negara terhadap kekerasan seksual yang terjadi secara massal, khususnya pada kerusuhan Mei 1998.
Dirinya menyesalkan pernyataan yang menyangsikan adanya kekerasan seksual sistematis, apalagi sebagian besar korban berasal dari satu etnis tertentu.
"Bapak bilang tidak terima yang massal. Pak, kebetulan sebagian besar itu satu etnis. Ini kita tidak ingin membuka sejarah kelam itu," tandasnya.
(Tribunnews.com/Deni/Chaerul)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.