Penulisan Ulang Sejarah RI
Politisi PDIP Desak Fadli Zon Stop Penulisan Ulang Sejarah RI: Ada 3 Kategori Denial terhadap HAM
Politisi PDIP Bonnie Triyana menilai, ada tiga kategori denial atau pengingkaran terhadap HAM di balik proyek penulisan ulang sejarah RI.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Tiara Shelavie
Bonnie pun mengkhawatirkan bahwa penafsiran dari penulisan ulang sejarah RI sudah masuk kategori interpretative denial.
“Nah saya khawatir yang terjadi belakangan ini, yang beredar ke mana-mana ini termasuk ke dalam interpretative denial," lanjut Bonnie.
"Jadi, Pak Menteri mengakui, tapi ada semacam tafsiran terhadap makna massal yang kemudian menggeser perdebatan kita hari ini menjadi perdebatan semantic, bukan kepada isi dari substansi persoalan itu sendiri,” tambahnya.
Bonnie juga mengambil contoh peristiwa pemerkosaan massal 1998, yang mana ia khawatirkan bakal disusun hanya berdasarkan perspektif dari para pelaku, dan menegasikan atau mengesampingkan perspektif korban.
“Di mana itu terjadi, kalau terjadi, pasti ada korban dan pelaku, sehingga dalam rangka proyek penulisan sejarah ini jangan sampai nanti ada tuduhan, ini sejarah ditulis berdasarkan perspektif pelaku dari peristiwa pemerkosaan massal itu,” lanjutnya.
Fadli Zon Sebut Progress Proyek Penulisan Ulang Sejarah RI Sudah 80 Persen
Dikutip dari Kompas.com, sebelum Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI digelar, Fadli Zon mengungkap bahwa progres penulisan ulang sejarah nasional Indonesia mencapai 80 persen.
"Itu kan para sejarawan yang nulis ya, jadi progresnya sekitar 80 persen. Penulisan sejarah itu yang menulis adalah para sejarawan yang memang profesional," kata Fadli Zon di fasilitas penyimpanan koleksi ilmiah arkeologi milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (30/6/2025).
Menurutnya, penulisan sejarah melibatkan para sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia melalui pendekatan ilmiah dan faktual.
Fadli Zon menyampaikan bahwa Indonesia telah lebih dari dua dekade tidak melakukan penulisan sejarah secara menyeluruh.
Ia menilai banyak peristiwa penting dalam lintasan kepemimpinan nasional, mulai dari era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang belum tercatat secara utuh dalam narasi sejarah nasional.
Fadli menegaskan bahwa revisi sejarah bukan bertujuan untuk mengubah fakta, melainkan untuk memperbarui dan melengkapi narasi berdasarkan temuan arkeologis dan dokumentasi yang selama ini terabaikan.
(Tribunnews.com/Rizki A.) (Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.