HUT Bhayangkara 2025
Rapor Merah Polri di HUT Bhayangkara ke-79: 602 Kekerasan Dilakukan Polisi, Mayoritas Penembakan
Polri mencatatkan rapor merah di HUT Bhayangkara ke-79 karena dalam rentang Juni 2024-Juni 2025, ada 602 kekerasan dilakukan polisi.
YLBHI-LBH merinci bahwa kasus kekerasan oleh polisi pada tahun 2022-2023 adalah penyiksaan sebanyak 46 kasus dengan korban mencapai 294 orang.
Sedangkan, pada rentang 2019-2024, tercatat 35 kasus penembakan dilakukan polisi hingga mencatat korban tewas mencapai 94 orang.
Kekerasan yang dilakukan polisi pun beragam konteks dari terkait kasus narkotika, demonstrasi, hingga konflik agraria.
YLBHI-LBH mengatakan kekerasan itu kerap dilandasi polisi dengan dalih melawan aparat hingga korban berada di bawah pengaruh minuman keras (miras).
"Polisi sering menggunakan upaya pembenaran untuk melakukan penembakan di tempat yang mengakibatkan kematian. Mulai dari melawan aparat dalam konteks penggerebekan bandar narkotika, hingga ‘di bawah pengaruh alkohol untuk kasus-kasus di Papua," katanya.
Tuntutan Imbas Adanya Kekerasan Polisi: Reformasi Kultural dan Evaluasi Kinerja
Dengan rentetan kasus kekerasan tersebut, kelompok sipil yang mengatasnamakan dirinya sebagai Koalisi Rakyat Anti Kriminalisai (Kertas Putih) menyampaikan tuntutannya.
Pertama, desakan agar adanya reformasi secara kultural dan struktural di tubuh Polri oleh Presiden dan DPR.
Adapun hal itu dalam rangka mengevaluasi para anggota polisi dengan berpedoman pada prinsip dan standar HAM.
Kedua, DPR diminta untuk menjalankan fungsi legislasi dengan mengedepankan aspirasi rakyat terkait reformasi Polri demi menciptakan Korps Bhayangkara yang berintegritas dan profesional.
"Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengevaluasi kinerja anggota Polri secara menyeluruh mulai dari tingkatan Polsek, Polres, hingga Polda dan secara jenjang kepangkatan dari mulai yang bintara hingga perwira tinggi," katanya.
Keempat, jika ketiga tuntutan di atas tidak terlaksana, maka pemerintah dan Polri didesak untuk menghentikan wacana reformasi parsial yang justru dianggap memperkuat impunitas dan kekerasan di tubuh Korps Bhayangkara.
"Bongkar struktur kekuasaan Polri yang justru menjadikannya sebagai alat pelanggeng kekerasan struktural dan pelindung modal," ujarnya.
Selain tuntutan kepada pemerintah dan Kapolri, Kertas Putih juga mendesak agar polisi segera menghentikan segala bentuk ancaman terhadap gerakan masyarakat sipil.
Lalu, adapula tuntutan agar kasus kekerasan berbasis gender segera dituntaskan dan diberikannya sanksi tegas terhadap aparat yang melakukan kekerasan tersebut.
"Dan pastikan hak korban dan saksi dilindungi sepanjang proses hukum," tegasnya.
Terakhir, penolakan terhadap revisi UU Polri yang dinilai justru menjadikan institusi tersebut menjadi lembaga superbody dan berpotensi melemahkan demokasi hingga membuat terbukanya penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.