Rabu, 1 Oktober 2025

Kasus Impor Gula

Peristiwa Sudah Lama, Ahli Pidana Sebut Ada Kemungkinan Bias Keadilan dalam Kasus Tom Lembong

Gandjar Laksmana Bonaprapta mengatakan peristiwa tindak pidana yang sudah lama terjadi, maka besar kemungkinan akan terjadi bias keadilan.

Tribunnews/Rahmat W. Nugraha
SIDANG TOM LEMBONG - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016, dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). Gandjar mengatakan peristiwa tindak pidana yang sudah lama terjadi, besar kemungkinan bias keadilan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta mengatakan peristiwa tindak pidana yang sudah lama terjadi, maka besar kemungkinan akan terjadi bias keadilan.

Hal itu disampaikan Gandjar saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016, dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

"Di sisi lain begini, bahwa (Tindak pidana) sudah sekian tahun atau puluh tahun, sepanjang belum kadaluarsa tentu tidak masalah," kata Gandjar.

Meski begitu ia mengingatkan akan adanya bias keadilan.

"Tapi saya perlu mengingatkan, peristiwa yang sudah lama terjadi, besar kemungkinan bias keadilan," terangnya.

Menurut Gandjar, bias keadilan terjadi karena waktu yang sudah lama itu dapat membuat setiap orang, pelaku, siapapun yang terlibat, sungguh lupa, bukan pura-pura lupa. 

"Sudah meninggal, bukti hilang. Sehingga mengakibatkan proses pengungkapan kebenaran material tidak berbanding lurus dengan upaya penegak hukum. Dan ini juga kan latar belakang filosofi mengapa ada daluarsa pidana," ungkapnya.

Ia menjelaskan kenapa tindak pidana itu pengungkapannya harus dibatasi. 

Hal itu demi menjaga kepastian hukum. 

"Jadi hukum itu membayangkan, kalau sampai batas waktu tertentu negara, dalam hal ini penegak hukum tidak mampu mengungkap, tanggunglah risikonya," terangnya.

Di sisi lain, kata Gandjar, supaya penegak hukum tidak terbebani, sejak dilantik sampai pensiun ada kasus tidak terungkap.

"Di sisi lain, ada keadilan juga bagi pelaku. Karena 'keberhasilannya,' menyembunyikan kejahatan. Tapi ada juga fakta, bahwa dia deg-degan terus. Dan kekhawatiran itu kan satu kesengsaraan tersendiri," kata Gandjar.

"Jadi konsep daluarsa itu juga kita membayangkan bahwa menyembunyikan kejahatan, bersembunyi sekian lama, adalah suatu kesengsaraan sendiri. Di mana kesengsaraan adalah suatu ciri dari pemidanaan. Jadi kalau buat saya, sepanjang tidak daluarsa, bisa ditindaklanjuti, tetapi penegak hukum perlu menjelaskan mengapa suatu kasus menjadi prioritas," tandasnya.

Dalam perkara ini Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.

Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/3/2025).

Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian.

Jaksa menyebut Tom telah memberikan izin impor gula kristal mentah kepada;

-Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products (AP)

-Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene (MT)

-Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ)

-Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry (MSI)

-Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU)

-Wisnu Hendra ningrat melalui PT Andalan Furnindo (AF)

-Hendrogiarto A. Tiwow melalui PT Duta Sugar International (DSI)

-Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur (BMM)

-Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas (KTM)

-Ramakrishna Pradad Venkathesa Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses (DUS).

"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016," kata Jaksa saat bacakan berkas dakwaan.

Tom kata Jaksa, juga memberikan surat pengakuan sebagai importir kepada sembilan pihak swasta tersebut untuk mengimpor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).

Padahal menurut Jaksa, perusahaan swasta tersebut tidak berhak melakukan mengolah GKM menjadi GKP lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.

"Padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP) karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi," kata Jaksa.

Selain itu Tom Lembong juga didakwa melakukan izin impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada PT AP milik Tony Wijaya di tengah produksi gula kristal putih dalam negeri mencukupi.

Tak hanya itu, dijelaskan Jaksa, bahwa pemasukan atau realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) tersebut juga dilakukan pada musim giling.

Dalam kasus ini kata jaksa, Tom juga melibatkan perusahaan swasta untuk melakukan pengadaan gula kristal putih yang dimana seharusnya hal itu melibatkan perusahaan BUMN.

"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan atau pasar murah," jelasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved