Selasa, 30 September 2025

Kasus Impor Gula

Peristiwa Sudah Lama, Ahli Pidana Sebut Ada Kemungkinan Bias Keadilan dalam Kasus Tom Lembong

Gandjar Laksmana Bonaprapta mengatakan peristiwa tindak pidana yang sudah lama terjadi, maka besar kemungkinan akan terjadi bias keadilan.

Tribunnews/Rahmat W. Nugraha
SIDANG TOM LEMBONG - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016, dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). Gandjar mengatakan peristiwa tindak pidana yang sudah lama terjadi, besar kemungkinan bias keadilan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta mengatakan peristiwa tindak pidana yang sudah lama terjadi, maka besar kemungkinan akan terjadi bias keadilan.

Hal itu disampaikan Gandjar saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016, dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

"Di sisi lain begini, bahwa (Tindak pidana) sudah sekian tahun atau puluh tahun, sepanjang belum kadaluarsa tentu tidak masalah," kata Gandjar.

Meski begitu ia mengingatkan akan adanya bias keadilan.

"Tapi saya perlu mengingatkan, peristiwa yang sudah lama terjadi, besar kemungkinan bias keadilan," terangnya.

Menurut Gandjar, bias keadilan terjadi karena waktu yang sudah lama itu dapat membuat setiap orang, pelaku, siapapun yang terlibat, sungguh lupa, bukan pura-pura lupa. 

"Sudah meninggal, bukti hilang. Sehingga mengakibatkan proses pengungkapan kebenaran material tidak berbanding lurus dengan upaya penegak hukum. Dan ini juga kan latar belakang filosofi mengapa ada daluarsa pidana," ungkapnya.

Ia menjelaskan kenapa tindak pidana itu pengungkapannya harus dibatasi. 

Hal itu demi menjaga kepastian hukum. 

"Jadi hukum itu membayangkan, kalau sampai batas waktu tertentu negara, dalam hal ini penegak hukum tidak mampu mengungkap, tanggunglah risikonya," terangnya.

Di sisi lain, kata Gandjar, supaya penegak hukum tidak terbebani, sejak dilantik sampai pensiun ada kasus tidak terungkap.

"Di sisi lain, ada keadilan juga bagi pelaku. Karena 'keberhasilannya,' menyembunyikan kejahatan. Tapi ada juga fakta, bahwa dia deg-degan terus. Dan kekhawatiran itu kan satu kesengsaraan tersendiri," kata Gandjar.

"Jadi konsep daluarsa itu juga kita membayangkan bahwa menyembunyikan kejahatan, bersembunyi sekian lama, adalah suatu kesengsaraan sendiri. Di mana kesengsaraan adalah suatu ciri dari pemidanaan. Jadi kalau buat saya, sepanjang tidak daluarsa, bisa ditindaklanjuti, tetapi penegak hukum perlu menjelaskan mengapa suatu kasus menjadi prioritas," tandasnya.

Dalam perkara ini Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.

Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/3/2025).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved