Sabtu, 4 Oktober 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Masyarakat Sumbar Harap Bagindo Dahlan Abdullah Tidak Dilupakan dalam Sejarah Indonesia

Bagindo Dahlan, tokoh kelahiran Pariaman pada 15 Juni 1895, dikenal sebagai pelopor nasionalisme dan tokoh awal yang menggunakan istilah 'Indonesia'

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Istimewa
TOKOH NASIONAL - Masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) berharap agar tokoh pergerakan nasional, Haji Bagindo Dahlan Abdullah, tidak lagi diabaikan dalam penulisan ulang Sejarah Indonesia yang tengah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan RI di bawah pimpinan Fadli Zon. Bagindo Dahlan, tokoh kelahiran Pariaman pada 15 Juni 1895, dikenal sebagai pelopor nasionalisme dan tokoh awal yang menggunakan istilah "Indonesia" dalam konteks politik kebangsaan. (berbagai sumber/net) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masyarakat Sumatra Barat (Sumbar) berharap agar tokoh pergerakan nasional, Haji Bagindo Dahlan Abdullah, tidak lagi diabaikan dalam penulisan ulang Sejarah Indonesia yang tengah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan RI di bawah pimpinan Fadli Zon.

Bagindo Dahlan, tokoh kelahiran Pariaman pada 15 Juni 1895, dikenal sebagai pelopor nasionalisme dan tokoh awal yang menggunakan istilah "Indonesia" dalam konteks politik kebangsaan. 

Pada usia 22 tahun, ia terpilih sebagai Ketua Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) tahun 1917, menjadikannya ketua termuda dalam sejarah organisasi tersebut.
Dalam ceramahnya di Kongres Studi Hindia (Indisch Studiecongres) di Leiden, Belanda, 23 November 1917, ia menggunakan istilah “Wij Indonesiërs” (Kami Orang Indonesia), yang dianggap sebagai tonggak awal terbentuknya identitas nasional secara politis.

Baca juga: Sosok Harry Truman Simanjuntak, Arkeolog yang Mundur dari Tim Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Meski berperan penting sebagai pendidik, politisi, dan diplomat pionir Indonesia, perannya masih kurang mendapatkan tempat dalam narasi sejarah nasional.

“Banyak pemikiran dan perjuangan beliau yang terlupakan, padahal beliau adalah tokoh penting dalam pergerakan nasional dan kebangsaan Indonesia. Bahkan akhir hayatnya pun diabdikan sebagai diplomat Indonesia di Timur Tengah,” kata Dr. Evita Nursanty, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, yang juga merupakan tokoh masyarakat asal Sumbar, Selasa (24/3/2025).

Evita berharap tim penulis sejarah nasional yang tengah dibentuk dapat mengakomodasi nama Dahlan Abdullah sebagai tokoh penting dalam perjalanan bangsa.

Ia juga menyoroti kontribusi penting Dahlan saat mengucapkan “Wij Indonesiërs” dalam pidato publik politisnya. 

Sebelumnya, atas dorongan Soewardi Soerjaningrat, Dahlan telah tampil dalam Kongres Pendidikan Kolonial tahun 1916 dan menyerukan pentingnya peran guru pribumi dalam pendidikan di tanah air.

Kiprah dan arsip perjuangan Dahlan terekam dalam berbagai dokumen di Universitas Leiden dan perpustakaan di Belanda. Kisah hidupnya juga telah ditulis dalam beberapa buku, antara lain Baginda Dahlan Abdullah (1895–1950): Penyemai Nasionalisme Indonesia dan Diplomat Pionir yang Terlupakan karya Dr. Suryadi, serta Baginda Dahlan Abdullah – Bapak Kebangsaan Indonesia oleh Hasril Chaniago, Nopriyasman, dan Iqbal Alan Abdullah.

Sekembalinya ke Indonesia pada 1922, Dahlan aktif mengajar dan melanjutkan perjuangan politik. 

Baca juga: Soal Penulisan Ulang Sejarah, Pimpinan DPR: Jangan Menuduh Ada Kepentingan dari Penguasa

Ia bergabung dengan Partai Indonesia Raya (Parindra) bersama M. Husni Thamrin, menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), serta berjuang bersama tokoh-tokoh besar seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, KH Mas Mansur, Ki Hajar Dewantara, dan lainnya. 

Ia juga pernah menjabat sebagai Wali Kota Jakarta sebelum diangkat sebagai diplomat dan ditugaskan ke Timur Tengah setelah Indonesia merdeka.

Cucu Bagindo Dahlan, Dr. Mochamad Indrawan, MSc, juga menyuarakan harapan agar penulisan sejarah nasional dilakukan secara objektif dan ilmiah. 

“Kami berharap proses pelurusan sejarah ini berjalan berdasarkan data yang akurat, termasuk mengangkat kembali nama-nama tokoh yang sempat dilupakan seperti KH Hasyim Asy’ari dan Haji Bagindo Dahlan Abdullah,” ujarnya.

Sementara itu, Fadli Zon dalam bedah buku Baginda Dahlan Abdullah (1895–1950) di BRIN Jakarta, 17 Januari 2024, menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan pengakuan terhadap tokoh ini dalam sejarah resmi Indonesia. 

Ia bahkan telah beberapa kali menziarahi makam Dahlan di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani, Baghdad, terakhir pada 11 November 2023.
“Beliau dimakamkan di tempat terhormat di Baghdad atas usulan H. Agus Salim. Bahkan pemerintah Irak menetapkan libur nasional selama lima hari saat beliau wafat,” ujar Fadli Zon. 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved