Sabtu, 4 Oktober 2025

Kabinet Prabowo Gibran

Puluhan Wakil Menteri Rangkap Jabat Komisaris BUMN, DPR: Bermasalah Secara Etika dan Tata Kelola

DPR menilai praktik rangkap jabatan oleh 26 wakil menteri sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara menimbulkan persoalan etika dan tata kelola

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
RANGKAP JABATAN - Sejumlah Wakil Menteri mengikuti upacara pelantikan wakil menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). DPR menilai praktik rangkap jabatan oleh 26 wakil menteri sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara menimbulkan persoalan etika dan tata kelola. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, menyatakan bahwa praktik rangkap jabatan oleh 26 Wakil Menteri (wamen) sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menimbulkan persoalan etika dan tata kelola, meski tidak secara eksplisit melanggar hukum. 

Nasim mengacu pada dua undang-undang (UU) yang menjadi landasan pembatasan rangkap jabatan tersebut.

"UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa menteri/wamen tidak boleh merangkap jabatan lain, kecuali di lembaga negara yang terkait," kata Nasim kepada Tribunnews.com, Minggu (22/6/2025).

Namun, menurut Nasim, terdapat celah hukum yang kerap dijadikan alasan untuk membolehkan praktik rangkap jabatan tersebut.

"Komisaris BUMN sering dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah, sehingga ada celah hukum yang memungkinkan mereka merangkap jabatan tersebut, meski masih diperdebatkan," ujarnya.

Nasim menuturkan, dari sudut pandang etika dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), rangkap jabatan semacam itu memiliki dampak negatif.

"Konflik kepentingan berpotensi terjadi karena pengawasan (oleh menteri/wamen) bisa tumpang tindih dengan jabatan komisaris yang seharusnya diawasi," ucapnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga menyatakan kekhawatirannya bahwa beban kerja ganda akan mengganggu efektivitas para wakil menteri.

"Fokus kerja menteri/wamen bisa terganggu karena beban ganda," tegasnya.

Selain itu, Nasim menyebutkan bahwa independensi perusahaan milik negara menjadi terancam jika komisaris berasal dari unsur pemerintah.

"Independensi BUMN terganggu karena komisaris seharusnya memberikan kontrol eksternal, bukan representasi pemerintah," ucapnya.

Dia juga menyoroti munculnya potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam praktik rangkap jabatan tersebut. “Isu ‘bancakan jabatan’ atau pembagian jabatan sebagai bentuk patronase politik sering mengemuka,” tuturnya.

Di tengah kondisi ekonomi yang menuntut efisiensi, Nasim menilai penerimaan honorarium ganda oleh pejabat negara sangat tidak pantas.

"Honorarium ganda yang diterima juga dianggap tidak etis di tengah situasi ekonomi yang menuntut efisiensi," ungkapnya.

Kendati demikian, Nasim mengakui bahwa ada pandangan berbeda dari sebagian kalangan yang menilai keberadaan wakil menteri sebagai komisaris justru dapat memperkuat hubungan kerja antara kementerian dan BUMN.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved