Selasa, 30 September 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Mahfud Sebut Penulisan Ulang Sejarah yang Diusulkan Fadli Zon Hapus Fakta Pelanggaran HAM Tahun 1998

Mahfud MD merespons soal kontroversi pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada bukti pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998.

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews/Jeprima
PENULISAN ULANG SEJARAH - Menteri Kebudayaan Fadli Zon berpose usai wawancara dengan Tribun Network di Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta Selatan, Kamis (5/12/2024). Mahfud MD merespons soal kontroversi pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada bukti pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD merespons soal kontroversi pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada bukti pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998.

"Yang penulisan sejarah itu, kalau saya sejak awal menyatakan negara itu tidak perlu nulis sejarah. Sejarah yang ditulis oleh negara ya buku pelajaran aja," kata Mahfud dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).

Menurut Mahfud, sejarah mestinya ditulis oleh para ilmuwan, bukan oleh pemerintah, agar tidak mudah dimanipulasi sesuai kepentingan kekuasaan.

"Saya bilang, saya enggak setuju. Sejarah kalau ditulis oleh negara nanti berubah lagi, karena yang ditulis oleh negara sudah banyak, sejarah itu," ujarnya.

Dia mencontohkan buku sejarah versi Mohammad Yamin yang sempat dianggap sahih tetapi belakangan terbukti mengandung banyak kekeliruan. 

Mahfud menilai proyek penulisan sejarah oleh pemerintah berpotensi menimbulkan klaim sepihak dan menimbulkan kontroversi.

“Klaim baru, nanti akan diklaim lagi, itu salah. Dulu bukunya Yamin dipuji-puji, lalu katanya salah. Ini kan, ditulis lagi, ditulis lagi,” tegasnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menanggapi pernyataan Fadli Zon bahwa tidak ada bukti dan rumor terkait peristiwa pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998.

Menurut Mahfud, hal itu bertentangan dengan kesaksian korban dan hasil investigasi resmi.

"Ya menurut saya saya tahun 1998 saya sudah jadi dosen. Jadi, logika saya mengatakan memang terjadi peristiwa pelanggaran HAM di tahun 1998 itu. Dan kemudian sebelum Komnas HAM menentukan itu kan ada TGPF. Di mana di situ ada Hermawan Sulistyo atau Kiki. Itu dia bicara ada pelanggaran itu," jelas Mahfud.

Mahfud menambahkan bahwa ada kesaksian langsung dari korban kekerasan seksual yang tak bisa diabaikan. 

"Kalau itu ada, bahkan ada orang yang seorang tokoh yang terkenal sekali ketika dia trauma karena istri dan anaknya diperkosa di depan dia. Ya kan? Dia pergi ke Amerika Serikat, sudah pulang ke Indonesia, dia cerita. Kalau saya lihat dengan mata kembali karena anak dia dan istri dia," kata dia.

Dia menegaskan bahwa pelanggaran HAM berat sudah ditetapkan sebagai fakta hukum oleh Komnas HAM berdasarkan mandat undang-undang. 

"Enggak bisa dihapus. Hapus dalam buku, besok akan ditulis orang lagi. Dalam sejarah yang berbeda. Sekarang malah menjadi kontroversi ini,” katanya.

Mahfud juga menyinggung bahwa penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM sudah mendapat pengakuan internasional. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved