RUU KUHAP
Akademisi Sebut RUU KUHAP Wajib Junjung HAM dan Pembatasan Waktu Penyidikan, Ini Alasannya
RUUHAP diharapkan menjunjung hak Asasi Manusia (HAM) dengan menegaskan durasi penyidikan kasus pidana.
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUUHAP) diharapkan menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM) dengan menegaskan durasi penyidikan kasus pidana.
Ketiadaan batas waktu penyidikan dianggap tidak memberikan kepastian dalam penegakan hukum dan berdampak banyak laporan pidana terkatung-katung nasibnya.
Hal itu diungkapkan Ahmad Redi, akademisi pascasarjana Universitas Borobudur, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama sejumlah elemen masyarakat, diantaranya akademisi, komunitas advokat dan kelompok mahasiswa di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Redi menyampaikan, pembaruan KUHAP idealnya dapat menjamin keseimbangan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan di antara lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan pengadilan.
Dirinya menambahkan, ketiadaan batas waktu penyelidikan dianggap tidak memberikan kepastian dalam penegakan hukum dan berdampak banyaknya laporan pidana terkatung-katung nasibnya.
“Pembaharuan KUHAP idealnya mengatur jangka waktu maksimal untuk penyelidikan/penyidikan guna memberikan kepastian hukum bagi terdakwa dan masyarakat, mencegah penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum, mencegah kasus-kasus yang belum selesai menjadi terlalu lama, memastikan proses hukum berjalan efisien,” kata Redi.
Salah satu poin usulan lain yang menjadi perhatian serius Universitas Borobudur yaitu kesetaraan penyidik. RUU KUHAP, lanjut Redi, harus juga mengatur tegas kedudukan penyidik Polri, penyidik lain, dan PPNS secara setara dan sebanding.
"Hal itu guna memastikan efektivitas penegakan hukum, mencegah potensi penyalahgunaan wewenang, dan memastikan keadilan dalam proses peradilan pidana," kata Redi.
Menurutnya, pengaturan atas aksesibilitas penuntut umum dan advokat terhadap proses penyidikan, termasuk pemeriksaan saksi, ahli, tersangka dan barang bukti sangat penting.
“Untuk kepentingan penuntutan dan pembelaan guna menjamin hak tersangka/terdakwa dalam melakukan pembelaan. Pembaharuan KUHAP idealnya juga mengatur koordinasi secara intensif dan substantif antara penyidik dan penuntut umum sejak dimulainya penyidikan guna meningkatkan kualitas penyidikan dan efisiensi proses peradilan pidana,” ujarnya.
Dalam RDP, Redi turut mendorong gelar perkara sebagai salah satu mekanisme koordinasi, bukan penentu tindak lanjut penanganan perkara.
Hal itu diyakini akan membuat proses penanganan perkara pidana dapat berjalan lebih efisien dan efektif.
“Langkah ini akan membantu penyidik untuk mengoptimalkan proses penyidikan, terutama dalam hal mengumpulkan bukti, memastikan keterlibatan saksi, dan pemeriksaan tersangka, memastikan bahwa penyidikan dilakukan secara adil dan transparan, dengan memperhatikan hak-hak semua pihak yang terlibat, dan meminimalkan kesalahan dalam penanganan kasus, sehingga penyidik dapat mengambil keputusan yang tepat dan sesuai dengan hukum,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, sejumlah pihak juga meminta pembaruan KUHAP dapat memaksimalkan peran kejaksaan sejak perkara dinyatakan mulai penyidikan.
Dengan langkah itu diyakini akan meminimalisir kasus besar seperti pagar laut terhenti karena petunjuk jaksa tidak ditindaklanjuti.
Rancangan Kitab Undang-ungang Hukum Pidana (RKUHP)
Hak Asasi Manusia (HAM)
penyidikan
akademisi
Komisi III DPR
RUU KUHAP
Komisi III Jawab KPK Soal Izin Penyitaan dari Pengadilan dalam RKUHAP: Demi Negara Hukum yang Tertib |
---|
Komisi III DPR Pastikan Terbuka Jika KPK Ingin Bahas RKUHAP |
---|
Dasco Minta Komisi III DPR Segera Bahas RUU KUHAP dengan KPK |
---|
KPK Sampaikan 17 Poin Kritis RKUHAP, Komisi III DPR Bantah Upaya Lemahkan KPK |
---|
Abraham Samad Sebut RUU KUHAP Akan Mempersulit KPK Berantas Korupsi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.