Minggu, 5 Oktober 2025

RUU KUHAP

RDPU Bahas RUU KUHAP, Peradi Sampaikan Daftar Inventarisasi Masalah ke Komisi III DPR

DPN Peradi menyampaikan 18 poin penting dari total 196 masukan kepada Komisi III DPR terkait RUU KUHAP.

HO/Peradi
PEMBAHASAN RUU KUHAP - Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPN Peradi dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Tim DPN Peradi hanya menyampaikan 18 dari 196 poin Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang telah disampaikan secara tertulis kepada Komisi III. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPN Peradi menyampaikan 18 poin penting dari total 196 masukan kepada Komisi III DPR terkait Rancangan ‎Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Prihartono di Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (17/6/2025), mengatakan, Tim DPN Peradi di bawah Ketum Prof. Otto Hasibuan hadir memenuhi undangan Komisi III DPR.

“Sesuai dengan permohonan kita terkait dengan usulan-usulan perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” katanya. 

‎Ia menjelaskan, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) ini, Tim DPN Peradi hanya menyampaikan 18 dari 196 poin Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang telah disampaikan secara tertulis kepada Komisi III.

Advokat senior yang karib disapa Dwi ini, mengatakan, dari 18 poin tersebut, ada ‎4 poin yang sangat krusial.

Pertama, tentang penyadapan. Ini suatu hal yang sangat eksesif melewati batas untuk konteks hukum acara pidana yang umum.

“Bahwa kemudian ada undang-undang lain yang mengatur soal itu, itu silakan saja, tapi jangan tempatkan itu di KUHAP,” tuturnya. 

Kedua, hak advokat, di antaranya berbicara dengan kliennya, baik tersangka, terdakwa, maupun terpidana kapan pun dan tanpa didengar oleh siapa pun.

“‎Aturan lama yang sekarang berlaku, ini dapat didengar oleh para penyidik atau petugas-petugas,” katanya. 

Dwi menjelaskan, saat ini bukan lagi zamannya subversif maupun tindak pidana politik sehinga Peradi menyampaikan usulan ini. “Tidak berlebihan yang kita minta,” katanya.

Ketiga, penyidik wajib memberikan turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada saksi maupun tersangka usai menjalani pemeriksaan. ‎

Selama ini, hanya tersangka yang berhak mendapatkan turunan BAP.

‎“Kalau tidak bisa, tidak ada aturannya, maka kita (advokat) tidak bisa meminta kepada mereka berdasarkan surat kuasa yang kita punya,” ujar Dwi.

Terakhir atau keempat, ‎penghentian penyelidikan masuk dalam objek praperadilan atau bisa dipraperadilankan.

Ini berangkat dari banyaknya dokumen yang diterbitkan oleh penyelidik mengenai surat perintah penghentian penyelidikan. 

“Itu ada dasar hukumnya, diterbitkan berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap),” tuturnya.

Dwi menjelaskan, ‎Surat Perintah Penghentian Penyelidikan sudah menjadi dokumen resmi yang diterbitkan oleh pihak kepolisian dalam kapasitasnya sebagai penyelidik. 

“Ini dapat menjadi sesuatu yang kita tinjau dan caranya lewat mana, tetapi kita tidak punya cara itu,” katanya.

Atas dasar itu, Peradi mengusulkan agar penghentian penyelidikan menjadi objek praperadilan dengan adanya ketentuan dalam KUHAP yang baru.

“Praperadilan adalah bagian yang kita anggap sebagai pintu masuk,” katanya.  

Anggota Tim RUU KUHAP DPN Peradi, Sapriyanto Refa, memaparkan 18 poin penting dari 196 DIM setebal 169 halaman dalam RDPU dengan Komisi III DPR yang dipimpin Habiburokhman tersebut.

“Harapan kami, apa yang kami berikan tadi bisa diterima dan itu bagian dari KUHAP yang menjadi sejarah juga buat Peradi,” tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved