Kasus Suap di Kementerian Tenaga Kerja
KPK Panggil Luqman Hakim Staf Khusus Eks Menaker Hanif Dhakiri di Kasus Pemerasan TKA
KPK memanggil Luqman Hakim (LH), staf khusus mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri (HD) sebagai saksi kasus dugaan pemerasan TKA.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Luqman Hakim (LH), staf khusus mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri (HD).
Luqman Hakim yang sempat menjabat anggota DPR periode 2019–2024 itu dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2019–2024 dan penerimaan gratifikasi.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama LH, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (HD)," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).
Selain Luqman Hakim, penyidik juga memanggil dua staf khusus mantan Menaker Ida Fauziyah, yakni Caswiyono Rusydie Cakrawangsa (CRC) dan Risharyudi Triwibowo (RT).
Risharyudi Triwibowo diketahui saat ini merupakan Bupati Kabupaten Buol periode 2025–2030.
"Pemeriksaan saksi atas nama CRC, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan dan RT, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan," ujar Budi.
KPK sebelumnya menyatakan akan memanggil dua mantan Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah.
Dua eks menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu rencananya bakal diperiksa di kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan RPTKA di Kemnaker dan penerimaan gratifikasi.
"Sudah saya sampaikan berjenjang juga, dari Pak Menteri HD atau IF, tentunya pasti akan kami klarifikasi kepada beliau-beliau terkait praktik yang ada di bawahannya, karena secara manajerial beliau-beliau adalah pengawasnya," kata Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo dalam keterangannya, dikutip Jumat (6/6/2025).
Baca juga: KPK Duga Sopir di Kemnaker Terima Uang dari Pengepul terkait Kasus Pemerasan TKA
Salah satu alasan KPK berencana memeriksa Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah adalah karena tempus perkara yang sedang diusut dimulai periode 2019 hingga 2024.
Dalam rentang waktu tersebut, Kemnaker dipimpin oleh Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah.
Budi mengatakan, pemeriksaan terhadap Hanif dan Ida diprioritaskan guna mengungkap lebih jauh perkara pemerasan TKA yang sedang diusut.
"Apakah praktik itu sepengetahuan atau seizin, atau apa perlu kita klarifikasi sangat penting untuk kita laksanakan. Sehingga pencegahan juga in line dari atas ke bawah, bahwa menteri bersih ke bawahnya juga bersih," sebut Budi.
KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Berikut delapan tersangka dimaksud:
1. Suhartono (SH), selaku Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker tahun 2020–2023
2. Haryanto (HY), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (PPTKA) tahun 2019–2024; kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2024–2025
3. Wisnu Pramono (WP), selaku Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017–2019
4. Devi Angraeni (DA), selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan
PPTKA tahun 2020–Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2024–2025
5. Gatot Widiartono (GTW), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta & PKK tahun 2019–2021; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA tahun 2019–2024; serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA Kemnaker tahun 2021–2025
6. Putri Citra Wahyoe (PCW), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024
7. Jamal Shodiqin (JMS), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024
8. Alfa Eshad (ALF), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024

KPK menyatakan, selama periode 2019–2024, jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA yang berasal dari pemohon RPTKA sekurang-kurangnya adalah Rp53,7 miliar.
Berikut rinciannya:
1. SH sekurang-kurangnya Rp460 juta
2. HY sekurang-kurangnya Rp18 miliar
3. WP sekurang-kurangnya Rp580 juta
4. DA sekurang-kurangnya Rp2,3 miliar
5. GTW sekurang-kurangnya Rp6,3 miliar
6. PCW sekurang-kurangnya Rp13,9 miliar
7. ALF sekurang-kurangnya Rp1,8 miliar
8. JMS sekurang-kurangnya Rp1,1 miliar
"Sedangkan sisanya digunakan untuk dibagikan kepada para pegawai di Direktorat PPTKA sebagai uang dua mingguan. Bahwa para pihak tersebut menggunakan uang itu untuk kepentingan sendiri dan untuk membeli sejumlah aset yang dibeli atas nama sendiri maupun atas nama keluarga," kata Budi.
Selain dinikmati oleh SH, HY, WP, DA, GTW, PCW, ALF, dan JMS, atas perintah SH dan HY, uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh pegawai Direktorat PPTKA—kurang lebih 85 orang—sekurang-kurangnya sebesar Rp8,94 miliar.
Budi memastikan penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan.
"Penyidik menemukan fakta bahwa perbuatan pemerasan kepada para pemohon RPTKA di Kemnaker sudah dilakukan sebelum tahun 2019 dan hal ini masih terus dilakukan pendalaman," ujarnya.

Di samping itu, hingga saat ini para pihak termasuk para tersangka telah mengembalikan uang ke negara melalui rekening penampungan KPK dengan total sebesar Rp5,4 miliar.
Penyidik pun telah melakukan penggeledahan di beberapa tempat di Jabodetabek yang merupakan kantor Kemnaker, rumah para tersangka, rumah pihak terkait, dan kantor para agen pengurusan TKA.
"Penyidik juga melakukan penyitaan di antaranya 11 unit kendaraan roda empat dan 2 unit kendaraan roda dua dari hasil penggeledahan di beberapa rumah para tersangka dan pihak terkait," sebut Budi.
Adapun selain dijerat dengan pasal pemerasan, para tersangka turut dijerat dengan pasal gratifikasi yang tertera pada undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.