Tambang Nikel di Raja Ampat
DPR Tidak Tahu soal Perizinan Tambang Nikel di Raja Ampat, Sebut Urusan Pemerintah
DPR mengakui tidak tahu terkait terbitnya IUP nikel di Raja Ampat. DPR menyebut penerbitan tersebut adalah urusan pemerintah.
Dia mengungkapkan ada empat perusahaan tambang nikel yang dijadikan objek pengawasan yaitu:
1. Anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Gag Nikel
2. PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM)
3. PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP)
4. PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP)
Dari hasil pengawasan tersebut, Hanif mengatakan seluruh perusahaan telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Namun, hanya ada tiga perusahaan yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
"Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil," jelasnya.
PT ASP yang merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing dari Tiongkok, melakukan pelanggaran berupa melakukan kegiatan penambangan di Pulau Manuran yang seluas 746 hektar tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian.
"Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas," kata Hanif.
Lalu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas kurang lebih 6.030,53 hektare.
Ternyata, aktivitas pertambangan tersebut melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu, PT MRP tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH terkait aktivitasnya menambang nikel di Pulau Batang Pele. Akibatnya, seluruh aktivitas penambangan dihentikan.
Terakhir, ada PT Kawei Sejahtera Mining yang melakukan pelanggaran serius karena membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas lima hektar di Pulau Kawe.
"Aktivitas tersebut telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai, dan perusahaan ini akan dikenai sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan serta berpotensi menghadapi gugatan perdata," kata Hanif.
Lebih lanjut, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 memperkuat landasan hukum KLH untuk menjatuhkan sanksi karena keempat perusahaan tersebut melakukan aktivitas penambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil.
Dalam putusan tersebut, MK menegaskan penambangan di wilayah tersebut akan menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan hingga keadilan antargenerasi.
"Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen menindak tegas seluruh bentuk pelanggaran yang membahayakan lingkungan dan masa depan wilayah pesisir Indonesia," ujar Hanif.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.