Tambang Nikel di Raja Ampat
DPR Tidak Tahu soal Perizinan Tambang Nikel di Raja Ampat, Sebut Urusan Pemerintah
DPR mengakui tidak tahu terkait terbitnya IUP nikel di Raja Ampat. DPR menyebut penerbitan tersebut adalah urusan pemerintah.
TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR RI Komisi VII dari Fraksi NasDem, Rico Sia, mengaku pihaknya tidak mengetahui soal terbitnya Izin Usaha Tambang (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Rico menjelaskan terkait seluruh penerbitan IUP merupakan wewenang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dia mengatakan fungsi DPR hanya sebatas legislasi, pengawasan, dan budgeting atau anggaran.
"Kalau terkait dengan pengajuan izin tambang kan tidak ke DPR. Yang akan meninjau hingga studi kelayakan kan kementerian dan perusahaan. Sehingga DPR pasti tidak tahu," kata Rico dikutip dari program Kompas Petang di YouTube Kompas TV, Sabtu (7/6/2025).
"Enggak ada (komunikasi dari pemerintah soal IUP di Raja Ampat). Karena tugas DPR kan legislasi, controlling, sama budgeting. Jadi nggak ikut-ikutan soal perizinan," sambungnya.
Rico menjelaskan DPR baru akan melakukan fungsi pengawasan jika memang terjadi permasalahan di lapangan dalam konteks aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat.
Dia mengungkapkan hal tersebut dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat.
"Tugas pengawasan itulah yang sekarang kita mau buat. Misalnya, dengan adanya laporan-laporan yang terjadi di lapangan ini, ya kita pasti turun," tuturnya.
Baca juga: Bahlil Dijuluki Pahlawan Kesiangan Raja Ampat, Aliansi Pemuda: Copot Dia sebelum Alam Papua Musnah
Di sisi lain, Rico mengungkapkan pihaknya akan memanggil mitra yang bergerak di sektor pariwisata terkait polemik aktivitas pertambangan di Raja Ampat.
"Kalau kita ini kan dari Komisi VII, dalam hal ini ya (mitra dari sektor) pariwisata," tuturnya.
4 Perusahaan Langgar Aturan
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengumumkan adanya pelanggaran yang dilakukan perusahaan terkait penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan bakal mencabut izin operasi jika terbukti perusahaan telah merusak ekosistem akibat aktivitas tambang nikel tersebut.
Adapun pelanggaran serius yang dimaksud Hanif adalah perusahaan melakukan aktivitas penambangan di pulau kecil.
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan," kata Hanif dikutip dari siaran pers di laman KLH, Jumat (6/6/2025).
Hanif menuturkan, sebelum mengetahui adanya pelanggaran tersebut, pihaknya mengawasi terlebih dahulu aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat pada 26-31 Mei 2025.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.