Minggu, 5 Oktober 2025
Tujuan Terkait

Sekolah Gratis

Alasan DPR Minta Sekolah Swasta Premium Tak Ikut Digratiskan, Klaim Kualitas Pendidikan Lebih Baik

Sekolah swasta premium disebut memiliki layanan pendidikan, sarana, dan prasarana di atas rata-rata, sehingga menarik biaya lebih mahal dari ortu.

Penulis: Rifqah
PEXELS.COM/Agung Pandit Wiguna
SEKOLAH GRATIS. Ilustrasi sekolah. Sekolah swasta premium disebut memiliki layanan pendidikan, sarana, dan prasarana di atas rata-rata, sehingga menarik biaya lebih mahal dari ortu. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifuddin, meminta agar sekolah swasta yang memberikan layanan pendidikan premium tidak ikut digratiskan seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kewajiban negara membiayai pendidikan dasar 9 tahun dari SD hingga SMP, tanpa pungutan biaya. 

Karena menurutnya, tidak semua sekolah SD-SMP swasta ada dalam kategori yang sama.

Justru banyak sekolah swasta di berbagai daerah yang mengisi kekosongan layanan pendidikan yang terbatas di sekolah negeri.

"Menurut pendapat kami, sesungguhnya sekolah-sekolah swasta yang seperti itu seharusnya dipisahkan atau dikecualikan dari aturan ini," ujar Hetifah dalam program Obrolan Newsroom Kompas.com, Jumat (30/5/2025).

"Ada sekolah-sekolah swasta yang betul-betul ada karena tidak bisa pemerintah hadir di sana, jadi mereka betul-betul mengisi kekosongan. Tapi ada juga sekolah swasta yang memberikan pelayanan premium atau pelayanan khusus," ujar Hetifah. 

Hetifah mengatakan, sekolah swasta premium memang memiliki layanan pendidikan, sarana, dan prasarana di atas rata-rata.

Sehingga, membuat sekolah swasta premium menarik biaya yang lebih mahal dari orang tua siswa.

Menurutnya, banyak orang tua yang memang sengaja menyekolahkan anaknya di sekolah swasta premium untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik. 

Oleh karena itu, sambungnya, tidak mungkin jika sekolah-sekolah swasta tersebut juga ikut digratiskan pemerintah dalam implementasi putusan MK Nomor 3/PUU-XXIII/2025. 

"Jadi kan itu tidak mungkin (digratiskan)," tegas Hetifah.

Hetifah menyatakan akan berkomitmen mengawal putusan MK sebagai bukti dukungan semangat konstitusional untuk menjamin setiap hak warga negara memperoleh pendidikan yang layak dan merata.

Baca juga: Anggaran untuk Sekolah Gratis SD-SMP Negeri dan Swasta Jadi Sorotan, Ada Usulan Ambil Dana MBG

Legislator Golkar itu juga menjelaskan bahwa terdapat tiga tantangan implementasi keputusan ini, yakni pembiayaan sekolah swasta, kapasitas anggaran pemerintah, dan kemandirian dan kualitas sekolah swasta

Dorong Peningkatan Dana BOS untuk Sekolah Swasta

Meskipun selama ini sekolah swasta mendapatkan bantuan negara seperti BOS, kata Hetifah, nominalnya belum tentu cukup untuk menopang operasional sekolah. 

Akibatnya alokasi BOS harus ditambah secara signifikan dan pemerintah daerah melalui APBD, perlu menambah alokasi ini. 

"Untuk itu anggaran pendidikan mandatory spending minimal 20 persen APBN/APBD perlu dialokasikan sesuai prioritas dan tepat sasaran."

"Ada pula risiko sekolah swasta kehilangan otonomi dalam pengelolaan jika harus bergantung pada negara dan mengurangi inovasi pendidikan," ujarnya. 

Hetifah pun mendorong perluasan dan peningkatan nilai dana BOS untuk sekolah swasta

Penyaluran dana ini harus dilakukan tepat waktu dan menerapkan mekanisme afirmasi berupa tambahan dana khusus bagi sekolah swasta di daerah tertinggal.

“Yang penting dalam pelaksanaan putusan ini adalah konsistensi regulasi dan harmonisasi antara putusan MK no.3/PUU-XXII/2024, UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah no. 18 tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan. Selain itu Permendikbud terkait BOS juga harus diperkuat,” ujar Hetifah.

Dari Mana Anggaran untuk Sekolah Gratis?

Mengenai wacana sekolah gratis ini, hal yang menjadi sorotan publik adalah soal anggarannya.

Pasalnya, putusan MK tersebut juga harus diikuti dengan kesiapan anggaran negara, baik dari APBN maupun APBD untuk mendukung sekolah gratis itu.

Sebelumnya, bahkan disebutkan bahwa pemerintah diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp84 triliun untuk menggratiskan sekolah SD-SMP di negeri dan swasta.

Terkait dengan anggaran ini, usulan dari Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, anggaran sekolah gratis bisa diambil juga dari dana Makan Bergizi Gratis (MBG).

Karena menurutnya, program ini tidak perlu dilakukan di semua wilayah di Indonesia, khususnya perkotaan seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Sehingga, anggaran MBG tersebut bisa dialihkan untuk pelaksanaan sekolah gratis sebagaimana putusan MK.

"Tapi kalau FSGI mendorong MBG atau program makan bergizi gratis dievaluasi saja, ya itu seharusnya untuk wilayah-wilayah tertentu saja yang memang kekurangan secara ini memang anak-anak itu membutuhkan," jelas Retno, saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (31/5/2025).

"Sehingga anggaran ini (MBG) yang triliunan itu bisa men-support atau mendukung dari putusan Mahkamah Konstitusi yaitu menggratiskan pendidikan SD maupun SMP," tambah Retno.

Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji mengatakan, anggaran sekolah gratis juga bisa diambil dari alokasi anggaran pendidikan yang saat ini dinilai kurang prioritas, jadi tidak harus mengambil dana dari APBN secara keseluruhan.

"Cukup dengan cara refocusing anggaran pendidikan yang sudah ada, tanpa menambah anggaran lagi dari luar dana pendidikan," tegasnya, Rabu (28/5/2025).

Selain dari APBN, Ubaid menyebut anggaran juga bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah daerah agar segera menghitung ulang jumlah peserta didik dan daya tampung sekolah negeri.

"Misalnya daya tampung sekolah negeri itu berapa, sisanya (yang belum tertampung) berapa, itu bagaimana pembiayaannya," ujarnya.

Pasalnya, data itu dirasa penting agar pemerintah bisa menyusun skema pembiayaan yang tepat, termasuk menutupi kekurangan kapasitas dengan menggandeng sekolah swasta.

Menko PMK Koordinasi dengan Lintas Kementerian

Terkait dengan wacana sekolah gratis ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyambut baik keputusan MK itu.

Kemenko PMK pun segera menyelenggarakan koordinasi yang melibatkan kementerian/lembaga terkait untuk memastikan keputusan tersebut dapat diimplementasikan dengan aturan dan kebijakan yang presisi di masyarakat.
 
Adapun, putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa frasa "tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, harus dimaknai berlaku bagi semua penyelenggara pendidikan dasar, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat. 

Hal ini selaras dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang tidak membedakan jenis penyelenggara pendidikan.
 
"Putusan MK ini menegaskan kembali amanat konstitusi bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Negara bertanggung jawab untuk memastikan akses pendidikan dasar yang adil dan inklusif untuk seluruh rakyat Indonesia," ujar Pratikno dalam keterangannya, Jumat.
 
Menurut Pratikno, keputusan tersebut akan memperluas akses pendidikan dan menghapus hambatan ekonomi.

Terutama bagi keluarga tidak mampu yang anaknya bersekolah di swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
 
Pratikno juga menegaskan bahwa pemerintah harus menyikapi putusan ini secara serius, terutama dari sisi regulasi dan pembiayaan. 

Untuk itu, katanya, Kemenko PMK akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk menyiapkan strategi implementasi.

Menko PMK menilai bahwa putusan MK ini merupakan momentum penting untuk memperkuat komitmen negara dalam menjamin pendidikan dasar yang merata, inklusif, dan berkualitas bagi semua anak Indonesia.
 
"Kita perlu strategi yang presisi dan terukur. Semangat afirmatif perlu  dijabarkan dalam detail kebijakan yang implementatif," katanya.
 
Menko PMK menjelaskan, strategi tersebut mencakup penyesuaian regulasi, skema pembiayaan baru yang lebih adil bagi sekolah swasta, penguatan tata kelola, serta evaluasi dan penyesuaian anggaran agar pendidikan dasar benar-benar bebas biaya dan menjangkau semua anak, termasuk yang berada di luar sistem formal, dan anak tidak sekolah (ATS).
 
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya juga tengah mengkaji dan menganalisis putusan MK tersebut.

Menurutnya, perlu ada koordinasi lintas pihak, termasuk dengan sekolah swasta dan pemerintah daerah untuk menerapkan keputusan ini.

(Tribunnews.com/Rifqah/Reza Deni/Ibriza Fasti/Fahdi Fahlevi) (Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved