Senin, 29 September 2025

Suhu Bumi Makin Panas, Gen Z Harus Diberikan Pendidikan Kritis Energi

Data dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyebutkan bahwa 2024 menjadi tahun terpanas dalam sejarah, dipicu oleh fenomena El Nino dan tingginya e

Penulis: willy Widianto
Tribunnews.com/Handout
ENERGI TERBARUKAN - Diskusi tentang perlunya pendidikan kritis sejak dini terkait energi terbarukan kepada pelajar dan Gen Z, belum lama ini. Hal itu perlu dilakukan mengingat meningkatnya suhu bumi akibat krisis iklim global.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah meningkatnya suhu bumi akibat krisis iklim global, pelajar dan generasi muda di Indonesia dinilai perlu diberikan pendidikan kritis terkait energi terbarukan sejak dini. Langkah ini menjadi krusial sebagai upaya membangun kesadaran dan mendorong transformasi energi bersih secara adil dan berkelanjutan.

Ketua RE–Agent, Valensiya, menyatakan bahwa generasi Z memiliki peran strategis dalam perubahan iklim karena mereka merupakan kelompok usia terbesar dan paling terdampak di masa depan.

“Generasi Z adalah populasi yang paling besar dan orang muda, baik siswa SMP maupun SMA harus diberi ruang untuk mempelajari isu ini karena sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka,” ujar Valensiya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Kamis (29/5/2025).

"Ketika menyoal dampak krisis iklim, masyarakat marjinal yang paling rentan. Di sini anak muda bisa ikut menyuarakan agar masyarakat bisa mendapatkan haknya untuk hidup lebih layak dan sehat,” sambungnya.

Melalui kegiatan “RE–Agents Goes to School” di SMAN 3 Jakarta Selatan, RE-Agent dan organisasi masyarakat sipil Trend Asia mendorong pembelajaran seputar energi terbarukan. Kegiatan ini bertujuan menanamkan pemahaman akan pentingnya transisi energi bersih bagi masa depan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Kepala SMAN 3 Jakarta, Mukhlis, menyambut positif inisiatif ini.

Menurutnya, pendidikan energi bersih menjadi elemen penting yang selama ini masih jarang disentuh.

“Pendidikan ini adalah hal yang jarang dilakukan dan ini harus dimaksimalkan,” tegas Mukhlis.

Baca juga: Pemerintah Umumkan RUPTL 2025-2034, Ini Upaya PLN IP Percepat Transisi Energi

Krisis iklim yang semakin nyata membuat pendidikan transisi energi tak bisa lagi ditunda.

Data dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyebutkan bahwa 2024 menjadi tahun terpanas dalam sejarah, dipicu oleh fenomena El Nino dan tingginya emisi karbon dioksida (CO₂) dari bahan bakar fosil seperti batubara dan gas.

Juru Kampanye Energi Terbarukan Trend Asia, Beyrra Triasdian, mengkrititisi kebijakan energi nasional yang dinilai masih mengandalkan energi fosil dalam RUPTL 2025–2034. 

“Rencana ini justru menambah kapasitas PLTU batubara sebesar 6,3 GW dan PLTG 10,3 GW. Ini mengunci kita dalam ketergantungan energi fosil, padahal Indonesia punya potensi energi terbarukan hingga 3.686 GW. Energi terbarukan, khususnya surya dan angin, juga 15 persen lebih murah,” ujarnya.

Di sisi lain, transformasi energi bersih tak hanya solusi krisis iklim, tetapi juga meningkatkan kemandirian energi masyarakat. Contohnya di Bandung Barat, PLTMh di Kampung Tangsi Jaya memanfaatkan aliran Sungai Ciputri untuk menggerakkan koperasi pengolahan kopi. 

Baca juga: Maksimalkan Potensi Energi Terbarukan, Prabowo: Indonesia Siap Suplai Energi ke Pasar Dunia

Sementara itu, di Blora Jawa Tengah, Noer Chanief—guru otomotif SMKN 1 Blora—berhasil menciptakan pembangkit tenaga surya dan angin bernama Omset Pintar untuk menerangi desa-desa tanpa listrik.

Ia menegaskan pentingnya inovasi lokal dalam mendukung transisi energi yang inklusif.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan