Senin, 6 Oktober 2025

Jokowi Dulu Mau Jadi Rakyat Biasa, Kini Masuk Bursa Caketum PSI, Ray Rangkuti: Masa Kaget?

Ray Rangkuti menilai ada kebalikan antara Jokowi yang dulu ingin jadi rakyat biasa setelah lengser dan kini yang masuk bursa caketum PSI.

TribunSolo.com/Ahmad Syarifuddin
BURSA CAKETUM PSI - Dalam foto: Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat ditemui di kediamannya di Jalan Kutai Utara Nomor 1, Kelurahan Sumber, Kota Solo,Senin (5/5/2025). Indikasi kembalinya Jokowi ke dunia politik Indonesia dengan masuk bursa Caketum PSI berkebalikan dengan keinginan Jokowi untuk jadi rakyat biasa setelah tak lagi menjabat jadi presiden. 

Ray menyebut cara berpolitik seperti yang dilakukan Jokowi tersebut adalah 'politik negarawan'.

"Pertanyaannya mengapa memilih politik harian? Ya, harus diakui politik harian itu ya tujuannya berkuasa. Buat apa kalau nggak berkuasa? Jadinya, politik negarawan kan," kata Ray dikutip dari YouTube iNews, Jumat (16/5/2025), dilansir Tribunnews.com.

Ray mengakui bahwa Jokowi yang membuka peluang ikut berkontestasi dalam pemilihan Ketua Umum PSI bukan untuk kepentingan dirinya semata.

Namun, sambungnya, hal tersebut dilakukan agar Jokowi bisa berkuasa secara politik melalui keluarganya.

Diketahui, ada tiga anggota keluarga Jokowi yang berkecimpung di dunia politik, seperti putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjadi Wakil Presiden RI.

Lalu, ada menantunya yakni Bobby Nasution yang tengah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara (Sumut).

Serta, putra bungsunya yakni Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI saat ini.

"Dengan ada partai, itu bisa di-setting semua itu untuk kepentingan politik itu semua," tuturnya.

"Kalau Anda mau menjadi ketua partai dan sekaligus menjadi negarawan, itu dalam tradisi Indonesia tidak terlalu dikenal tuh. Kalau mau ingin rebutan jadi ketua partai karena dia ingin berkuasa," jelas Ray.

Ray mengatakan jika Jokowi masih memiliki ambisi untuk berkuasa dan tidak memiliki partai, maka tujuannya tak tercapai.

Selain itu, dalam Pemilu 2029 mendatang, negoasiasi seperti berkoalisi dengan partai lain juga akan sulit dilakukan jika ingin mencalonkan keluarganya.

"Kalau Pak Jokowi nyetting ini, nyetting itu, basisnya nggak kelihatan. Yang kedua, di pasar pemilu, negosiasinya akan lemah karena orang melihatnya kehilangan relevansi," jelas Ray.

(Tribunnews.com/Rizki A./Yohanes Liestyo Poerwoto/Jayanti TriUtami)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved