Rencana Perubahan UU Pemilu, Bawaslu Usul Mekanisme Penegakan Hukum Pemilihan yang Terintegrasi
Rahmat Bagja, mengusulkan desain baru untuk mekanisme penegakan hukum pemilu dan pemilihan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengusulkan desain baru untuk mekanisme penegakan hukum pemilu dan pemilihan.
Salah satu poin penting dalam usulan tersebut adalah penguatan fungsi peradilan di Bawaslu yang berlaku untuk perkara pemilu maupun pemilihan.
Dengan mekanisme ini, putusan Bawaslu akan memiliki power secara langsung.
"Selain itu, perlu ada penegasan kewajiban kepatuhan hukum untuk menindaklanjuti putusan Bawaslu dan badan peradilan, serta mengedepankan sanksi administrasi dibandingkan sanksi pidana," kata Bagja dalam diskusi di Media Center Bawaslu, Jakarta Pusat, dikutip Selasa (13/5/2025).
Bagja menjelaskan, desain baru tersebut mencakup kerangka penegakan hukum pemilu yang saling terhubung antara penyelesaian pelanggaran administrasi atau sengketa di Bawaslu, gugatan pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, ketiga lembaga tersebut perlu terkoneksi dalam satu kesatuan sistem untuk mempermudah akses keadilan bagi peserta pemilu.
"Jenis upaya penegakan hukum yang satu menjadi pijakan untuk mengajukan upaya penegakan hukum lanjutan, atau menjadi dasar formil untuk diperiksa dan diputus dalam upaya hukum berikutnya," jelas Bagja.
Bagja juga menilai, sebagai pilar demokrasi, pemilu membutuhkan sistem pengawasan yang lebih kuat, proaktif, dan responsif terhadap kompleksitas politik modern, termasuk politik uang, disinformasi digital, dan keterlibatan aparatur negara.
Ia menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan pelanggaran administrasi melalui sistem informasi digital.
"Sistem ini memungkinkan publik untuk memantau proses penanganan, sehingga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum pemilu," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU Mochammad Afifudin mengakui bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak pada 2024 lalu berdampak pada kesiapan penyelenggara.
Ia menilai tahapan kedua proses demokrasi tersebut terlalu berdekatan sehingga memaksa penyelenggara pemilu bekerja ekstra cepat.
"Tahapan pemilu belum selesai, sudah lanjut ke tahapan pemilihan. Desain keserentakan membuat penyelenggara harus berkejaran dengan waktu dan membagi konsentrasi kepada pemilu dan pemilihan," ungkap Afif.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Titi Anggraini Ingatkan DPR Segera Revisi UU Pemilu: Jika Tidak, Gugatan ke MK Terus Bertambah |
![]() |
---|
Membaca Arah Penegakan Hukum dalam Pidato Presiden Prabowo di Sidang Tahunan MPR |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Tegaskan Penegakan Hukum, Prof Harris Arthur Hedar: Syarat Mutlak Keadilan Sosial |
![]() |
---|
Prabowo Terima Laporan 1.063 Tambang Ilegal, Negara Rugi Rp300 Triliun |
![]() |
---|
Hadir di Sulsel, Perkumpulan Profesi Pengacara Indonesia Siap Jadi Garda Terdepan Penegakan Hukum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.