Senin, 6 Oktober 2025

Pilkada Serentak 2024

Pemungutan Suara Ulang Pilkada Barito Utara, Praktisi Hukum Soroti Vonis Hakim PN Muara Teweh

Ari mengungkap bahwa asas praduga tak bersalah bagi terdakwa diabaikan dalam proses persidangan.

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ILUSTRASI PSU Warga menggunakan hak pilihnya pada pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 41 Benda Baru, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (1/12/2024). Praktisi Hukum Ari Yunus Hendrawan memberikan pandangannya soal putusan Pengadilan Negeri Muara Teweh dalam perkara dugaan politik uang pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Barito Utara.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi Hukum Ari Yunus Hendrawan memberikan pandangannya soal putusan Pengadilan Negeri Muara Teweh dalam perkara dugaan politik uang pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Barito Utara

Ari mengungkap bahwa asas praduga tak bersalah bagi terdakwa diabaikan dalam proses persidangan.

Dalam sidang perkara nomor 39/Pid.sus/2025/PN Mtw, majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap tiga terdakwa dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) politik uang

Namun, sejumlah fakta yang terungkap dalam persidangan memunculkan pertanyaan besar mengenai kelayakan bukti dan pertimbangan hukum yang digunakan.

Salah satu poin krusial pengakuan saksi kunci, Indra Tamara, yang menyatakan bahwa kesaksiannya berdasarkan cerita pihak lain, bukan pengamatan langsung. 

Ari menyebut bahwa kesaksian yang sah di pengadilan ialah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang benar-benar menyaksikan atau mengalami langsung suatu peristiwa.

“Kesaksian seperti itu secara hukum hanya dapat dianggap sebagai petunjuk. Jika dijadikan dasar utama dalam menjatuhkan vonis, maka hal tersebut sangat bermasalah dari sisi prinsip keadilan,” ujar Ari kepada wartawan, Selasa, (13/5/2025),

Menurutnya, asas praduga tak bersalah merupakan fondasi utama dalam sistem peradilan pidana. 

Dia menjelaskan, ketika saksi utama tidak menyaksikan langsung kejadian, maka keputusan untuk menghukum terdakwa harus ditinjau ulang secara serius.

“Pengadilan seharusnya sangat berhati-hati. Dalam kondisi seperti ini, putusan yang dijatuhkan bisa mencederai rasa keadilan dan kepercayaan publik terhadap institusi peradilan,” kata dia.

Dia pun menilai perkara ini menunjukkan perlunya evaluasi serius terhadap penanganan kasus-kasus pemilu oleh aparat penegak hukum. 

Apalagi, dalam konteks pilkada yang sarat dengan kepentingan, netralitas dan integritas penegak hukum harus benar-benar dijaga.

Untuk diketahui, peristiwa bermula dari penggerebekan oleh warga dan kebetulan ada polisi yang berpatroli pada 14 Maret 2025. Ini yang awalnya disebut sebagai OTT ternyata penggerebekan. 

Adapun fakta lainnya ialah keberadaan barang bukti yang baru ditemukan beberapa jam setelah penggerebekan dilakukan. 

Hal ini memunculkan keraguan terhadap kronologi kejadian yang dijadikan dasar penuntutan. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved