Minggu, 5 Oktober 2025

BIN di Era Siber: Dari Intel Konvensional ke Pertahanan Digital

Di tengah gempuran era digital dan disrupsi teknologi global, Badan Intelijen Negara (BIN) genap berusia 79 tahun dengan tantangan yang jauh berbeda

Editor: Wahyu Aji
HO/IST
TRANSFORMASI BIN - Anggota Komisi III DPR RI dan Warga Kehormatan BIN, Bambang Soesatyo bersama A.M. Hendropriyono, Kepala Badan Intelijen Negara pertama dan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto. Bambang Soesatyo mengatakan, di usia ke-79, transformasi digital di tubuh BIN bukan sekadar wacana, tetapi kebutuhan strategis nasional yang tidak bisa ditunda. 

Hasiolan EP/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah gempuran era digital dan disrupsi teknologi global, Badan Intelijen Negara (BIN) genap berusia 79 tahun dengan tantangan yang jauh berbeda dibanding masa-masa sebelumnya. 

Bukan lagi sekadar memantau gerakan fisik musuh, kini BIN menghadapi ancaman tak kasatmata: serangan siber, pencurian data, dan disinformasi terstruktur.

Anggota Komisi III DPR RI dan Warga Kehormatan BIN, Bambang Soesatyo, menegaskan bahwa transformasi digital di tubuh BIN bukan sekadar wacana, tetapi kebutuhan strategis nasional yang tidak bisa ditunda.

“BIN tidak bisa lagi mengandalkan metode konvensional semata. Dunia intelijen telah berubah drastis. Perang kini berlangsung di ruang siber dan informasi,” ujar Bamsoet di Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Bambang menekankan bahwa kekuatan intelijen masa kini bergantung pada penguasaan teknologi canggih, mulai dari big data analytics, kecerdasan buatan (AI), hingga intelijen siber dan sinyal. 

Penguatan SDM yang mampu memahami lanskap digital global menjadi syarat mutlak dalam menghadapi dinamika ancaman.

Menurutnya, serangan siber tak lagi sebatas peretasan laman pemerintah. Kini, bentuknya meluas ke arah spionase digital, gangguan terhadap infrastruktur vital, kebocoran data berskala besar, serta kampanye disinformasi yang bisa memicu ketidakstabilan sosial dan politik.

Data dari BSSN menunjukkan bahwa pada 2023 terjadi lebih dari 400 juta upaya serangan siber terhadap sistem digital Indonesia.

Dengan lebih dari 221 juta pengguna internet pada 2024, Indonesia menjadi ladang empuk bagi peretas global, baik individu, kelompok, maupun aktor negara.

“BIN dituntut tidak hanya reaktif, tetapi proaktif dalam memetakan aktor-aktor ancaman siber, memberikan peringatan dini, dan melindungi titik-titik strategis nasional,” ujar Ketua MPR RI ke-15 ini.

Koordinasi BIN dengan lembaga seperti BSSN, Kominfo, TNI, Polri, dan BNPT menjadi elemen penting dalam sistem pertahanan digital nasional. Di tengah gempuran dunia maya, sinergi dan kecepatan analisis menjadi kunci.

Tak hanya ancaman digital, Bamsoet juga menyoroti keberhasilan BIN dalam menjaga stabilitas keamanan fisik. Dalam dua tahun terakhir, Indonesia mencatatkan nol serangan terorisme, sebuah pencapaian signifikan yang turut melibatkan kerja senyap intelijen dalam memantau aktivitas daring kelompok radikal, menggalang program deradikalisasi, dan mendukung penindakan oleh BNPT dan Densus 88.

Baca juga: 5 Purnawirawan TNI Tandatangani Usulan Pencopotan Gibran, Eks Kepala BIN Buka Suara

“Perjalanan senyap BIN dalam menjaga negeri harus terus berlanjut, kini dengan wajah baru yang melek teknologi, tangguh dalam dunia maya, dan tetap setia pada semangat menjaga kedaulatan bangsa,” kata Bamsoet.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved