Baintelkam: Kritik Aktivis Bagian dari Demokrasi, Polri Siap Kawal Stabilitas dan Reformasi Hukum
Badan Intelijen dan Keamanan menegaskan bahwa kritik publik, termasuk dari kalangan aktivis dan mahasiswa, merupakan bagian sah dalam proses demokrasi
Penulis:
Eko Sutriyanto
Editor:
Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Ekonomi Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri, Brigadir Jenderal Polisi Ratno Kuncoro, menegaskan bahwa kritik publik, termasuk dari kalangan aktivis dan mahasiswa, merupakan bagian sah dalam proses demokrasi.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi isu yang ramai di media sosial terkait tagar #IndonesiaGelap yang digaungkan oleh aktivis hukum, Feri Amsari.
“Kami setuju dengan semangat Habis Gelap Terbitlah Terang. Namun, kondisi saat ini saya pandang sebagai bagian dari proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap pemimpin pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang terpenting adalah memastikan arah bangsa tetap pada jalur yang sesuai dengan harapan masyarakat,” ujar Ratno.
Baca juga: Profil Irjen Winarto, Eks Pati Baintelkam Polri yang Kini Jabat Kapolda Kalsel
Menurutnya, tantangan utama bangsa saat ini adalah menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan. Untuk itu, Polri terus menjalin kerja sama erat dengan TNI sebagai bagian dari pemerintahan.
“Polri harus memastikan tidak ada dinamika sosial dan politik yang mengganggu ketertiban masyarakat. Isu-isu seperti obstruction of justice pun akan kami dalami secara serius sesuai sistem peradilan pidana yang berlaku,” tegasnya.
Reformasi Hukum dan KUHAP Baru
Ratno juga mengungkapkan keterlibatan dirinya dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru. KUHAP 2023 direncanakan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026, menggantikan KUHAP 1981 yang dinilai sudah tidak relevan.
“Sudah saatnya KUHAP diperbarui. Kami mohon dukungan dari seluruh masyarakat. DPR juga membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk memberi masukan,” jelasnya, mengutip pernyataan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrahman.
Ia juga menekankan pentingnya kebebasan pers sebagai elemen utama dalam demokrasi. Wartawan, menurutnya, tidak boleh ditekan atau diteror, dan semua sengketa pers semestinya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan melalui kriminalisasi.
Pendekatan Restoratif dan Pemberantasan Korupsi
Ratno menekankan perlunya pendekatan Restorative Justice dalam penanganan perkara ringan, sebagai bagian dari reformasi hukum yang berpihak pada keadilan dan efisiensi.
“Hukum adat dan kearifan lokal bisa menjadi dasar penyelesaian masalah secara berkeadilan. Ini bagian dari reformasi hukum,” ujarnya.
Baca juga: Wacana Pembentukan Badan Legislasi Nasional, Menkum: Kita Butuh untuk Reformasi Hukum
Dalam hal pemberantasan korupsi, Ratno mengajak semua pihak untuk belajar dari negara-negara yang memiliki indeks persepsi korupsi rendah.
“Kita harus komitmen menurunkan tingkat korupsi, sejalan dengan harapan masyarakat dan Presiden Prabowo,” katanya.
Netralitas Polri dan Penanganan Aksi
Di tengah dinamika politik, Ratno menegaskan bahwa Polri tetap netral dan bertindak sebagai pengawal demokrasi.
“Kami tidak berpolitik. Silakan kritik, silakan demo. Polisi di lapangan tidak boleh menganggap massa aksi sebagai musuh,” tegasnya.
Ia memastikan bahwa pengamanan aksi dilakukan secara humanis dan profesional, sesuai standar operasional prosedur.
Baca juga: Eks Dirut Pertamina Nicke Widyawati Diperiksa Kejagung Hingga 16 Jam di Kasus Korupsi Minyak Mentah
100 Ribu Warga Pati Unjuk Rasa Tuntut Bupati Lengser, Bisakah Sudewo Langsung Dicopot usai Didemo? |
![]() |
---|
Pemerintah Bakal Tindak Tegas Pengibaran Bendera One Piece, Ini Kata Menko Polkam hingga Menteri HAM |
![]() |
---|
Feri Amsari: Negara Tak Boleh Berlebihan Sikapi Bendera One Piece |
![]() |
---|
Feri Amsari: Abolisi dan Amnesti Dikhawatirkan Jadi Pembenaran untuk Memaafkan Koruptor |
![]() |
---|
Feri Amsari Sebut Abolisi dan Amnesti Untuk Koruptor Berbahaya Bagi Pemberantasan Korupsi ke Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.