Senin, 6 Oktober 2025

IPW: Negara Jangan Kalah Melawan Premanisme

Selain preman konvensional, Sugeng juga mendesak preman berdasi atau preman kerah putih (white collar crime) diberantas pula.

Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
SOROTI PREMANISME - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada wawancara di Jakarta pada Rabu (10/7/2024) lalu. Sugeng menyoroti aksi premanisme akhir-akhir ini. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Premanisme bangkit. Aksinya menggejala di mana-mana.

Kalau negara sampai kalah, Indonesia sebagai negara hukum akan tinggal menjadi utopia.

"Sebab itu, jangan sampai negara kalah melawan preman," kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso di Jakarta, Selasa (6/5/2025). 

Sugeng kemudian mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk bertindak tegas dan tanpa pandang bulu dalam memberantas segala bentuk premanisme, termasuk yang melibatkan preman yang dekat dengan kekuasaan. 

"Sesuai prinsip equality before the law (kesetaraan di muka hukum), maka segala bentuk premanisme harus diberantas sampai tuntas, termasuk yang melibatkan preman yang dekat dengan kekuasaan," jelas Sugeng yang juga advokat senior kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 1966 ini.

Selain preman konvensional atau preman pada umumnya, Sugeng juga mendesak preman berdasi atau preman kerah putih (white collar crime) diberantas pula.

"Merekalah para koruptor yang suka membegal anggaran negara, baik di eksekutif, legislatif, yudikatif maupun partai politik," cetus Sugeng yang juga anggota DPRD Kota Bogor, Jawa Barat, dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini. 

Tentu, kata Sugeng, dalam memberantas preman berdasi Polri tidak bisa bekerja sendiri, tapi harus pula melibatkan Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

IPW, kata Sugeng, kerap turut serta dalam pemberantasan preman kerah putih, dengan melaporkan kasus korupsi ke Polri, Kejagung atau KPK, sebagai bukti partisipasi masyarkat dalam pemberantasan korupsi sebagaimana telah diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sampai-sampai Sugeng dikenal sebagai tukang lapor. 

"Siapa pun kami laporkan kalau memang terindikasi korupsi. Kami tak punya beban, dan juga tak punya kepentingan, sehingga siapa pun bisa kami laporkan, termasuk mereka yang duduk di kursi kekuasaan," papar sosok yang suka berkelahi di masa remajanya di Pademangan, Jakarta Utara. 

Lingkungan yang keras di Jakut itulah, ditambah dengan kondisi orang tuanya yang rumahnya menjadi korban penggusuran, yang mendidik Sugeng untuk fight dan survive, yang kelak sangat berguna sebagai bekal dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan, dengan membela klien yang kebanyakan kaum papa. 

Termasuk di IPW, dimana Sugeng kerap melaporkan dugaan penyimpangan yang melibatkan polisi, kemudian menindaklanjutinya, namun pihaknya tidak memungut biaya alias probono. 

Salah satu kasus kakap yang berhasil dibongkar  Sugeng adalah kasus pembunuban yang melibatkan Ferdy Sambo, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri saat itu. 

Konflik Kepentingan

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved