Jumat, 3 Oktober 2025

Anak Legislator Bunuh Pacar

Sidang Zarof Ricar, Ahli Hukum Tegaskan Tidak Ada Biaya untuk Hakim: Peradilan Harus Steril 

Zarof Ricar didakwa melakukan permufakatan jahat dengan menjanjikan uang Rp 5 miliar untuk diberikan kepada majelis hakim yang tangani kasasi.

Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan  
SIDANG ZAROF RICAR - Sidang lanjutan kasus pemufakatan suap kasasi Ronald Tannur yang menjerat eks Pejabat MA Zarof Ricar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/3/2025). Ahli Hukum Pidana Hibnu Nugroho mengungkapkan tidak ada biaya dari kuasa hukum seorang terdakwa untuk majelis hakim pada semua tingkatan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana Hibnu Nugroho mengungkapkan tidak ada biaya dari kuasa hukum seorang terdakwa untuk majelis hakim pada semua tingkatan.

Ditegaskannya peradilan harus steril dari pihak-pihak yang ingin mempengaruhi putusan. 

Baca juga: Sidang Zarof Ricar, Ahli Hukum Sebut Gratifikasi Rp 10 Juta Lebih Pembuktiannya Ada di Penerima

Adapun hal itu disampaikan Hibnu Nugroho saat dihadirkan menjadi saksi ahli oleh jaksa pada sidang kasus pemufakatan jahat pengurusan perkara Ronald Tannur terdakwa Zarof Ricar, Lisa Rachmat dan Meirizka Widjaja di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (5/5/2025).

"Saya akan memberikan sedikit ilustrasi dalam suatu perkara pidana umum pelakunya A. Lalu A itu memberikan atau menguasakan kuasanya kepada B, yang mana dalam surat kuasa itu terdapat klausal retensi. Dan hal itu juga diketahui oleh orang tua A yaitu C. Dalam perjalanan proses hukum tersebut, si B selaku penasihat hukum (PH) A memberikan informasi, baik tulisan maupun catatan WA, bahwa ini setiap tingkatan ada biayanya," tanya jaksa di persidangan.

Baca juga: Sidang Kasus Zarof Ricar, Jaksa Hadirkan Dua Saksi Ahli

Lanjut jaksa dan orang tua pelaku C menyetujui atas segala biaya tersebut. Akhirnya, atas tindakan B yang  meyakinkan C, akan berupaya agar perkara itu bebas. 

"Terjadilah pengiriman sejumlah dana dari C ke B secara bertahap, yang totalnya sekitar Rp 1,5M. Tapi sepanjang perjalanan, B itu mengeluarkan dana lebih dari 1,5M. Yang versi dari si C itu sebagai operasional untuk PH B. Tapi fakta pernyataannya itu untuk memberikan pada majelis hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut," imbuh jaksa.

Sepanjang jalan, lanjut jaksa ternyata uang dari PH B ke majelis hakim itu diberikan sebelum putusan tersebut dibacakan. Alhasil putusannya sesuai dengan harapan B.

"Lalu ternyata bebas perkara tersebut. JPU melakukan upaya hukum kasasi. Lalu B berupaya menghubungi D agar bisa membantu perkara tersebut pada tingkat kasasi," kata jaksa.

"Yang terjadilah kesepakatan lisan maupun WA juga, telah terkirim sejumlah dana sekitar Rp 5 atau Rp 6M untuk pengurusan perkara tersebut pada tingkat kasasi," jelas jaksa.

Jaksa lalu menanyakan apakah terhadap B, C, D perbuatan tersebut bisa diklasifikasikan sebagai perbuatan tipikal? (Pada Pasal 5, 6, 12, dan 15 UU Tipikor).

Kemudian Hibnu menerangkan melihat bentuk ilustrasi tersebut menurutnya sudah ada kehendak yang sama. Yaitu 'kehendak' untuk mempengaruhi suatu putusan dalam setiap tingkatan.

"Jadi kalau teorinya adalah teori kehendak tadi. Kesengajaan itu ada dua, teori kehendak dan teori membayangkan. Teori kehendak itu apa? Kalau toh sebagai uang tadi diberikan tiap tingkatan, kehendaknya apa?" kata Hibnu.

Lanjutnya, coraknya ada tiga dalam kesengajaan yakni  maksud, kesengajaan atau sebagai tujuan.

"Dengan demikian kalau mendengar suatu proses tadi tampaknya kesengajaan sebagai maksud dan tujuan. Tujuan apa? Seperti yang diharapkan pada si penerima. Itu, menurut saya seperti itu," jelas Hibnu.

Jaksa lalu melanjutkan apakah ada biaya-biaya yang dikeluarkan oleh PH untuk memberikan ke Majelis Hakim baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Kasasi.

"Tidak ada. Karena kita tadi bahwa pengadilan itu adalah tempat objektifitas untuk mencari keadilan, untuk mencari kepastian. Sebagai bentuk kepastian itu makanya harus steril," kata Hibnu.

Baca juga: Pakar Hukum Nilai Tepat Kejaksaan Agung Jerat Zarof Ricar Jadi Tersangka TPPU

"Steril terhadap orang yang berkaitan dengan mempengaruhi putusan," tandasnya.

Diketahui eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar didakwa melakukan permufakatan jahat dengan menjanjikan uang Rp 5 miliar untuk diberikan kepada majelis hakim yang tangani kasasi perkara Gregorius Ronald Tannur.

Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jaksa Penuntut Umum (Jpu) menyebut bahwa Zarof bersama pengacara Ronald, Lisa Rachmat hendak memberikan uang tersebut kepada tiga majelis hakim kasasi yang akan menyidangkan kasus Ronald Tannur.

Jaksa menyebutkan, bahwa uang Rp 5 miliar itu akan diberikan ke tiga hakim kasasi melalui Hakim Soesilo yang dalam sidang tersebut bertindak sebagai Ketua majelis hakim.

"Yaitu dengan maksud untuk mempengaruhi hakim yang mengadili perkara kasasi tersebut untuk menjatuhkan putusan Kasasi yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya," ucap Jaksa di ruang sidang, Senin (10/2/2025).

Adapun pemufakatan itu bermula ketika Lisa melakukan pengurusan perkara Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya.

Untuk memuluskan niatnya, Lisa pun menghubungi Zarof agar dikenalkan dengan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya saat itu yakni Rudi Suparmono dan Zarof pun mengakomodir permintaan tersebut.

Setelah itu Lisa pun menindaklanjutinya dengan melakukan pendekatan dengan majelis hakim PN Surabaya yang dikenalnya melalui Ketua PN Surabaya.

Dalam pendekatannya itu Lisa Rachmat mempengaruhi Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo untuk memutus bebas Ronald Tannur dari kasus pembunuhan.

Ketiga hakim itu pun kemudian menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.

Dalam putusan itu hakim menilai bahwa Ronald Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dari seluruh dakwaan Penuntut Umum.

Menyikapi vonis itu, Penuntut umum saat itu pun lantas mengajukan upaya kasasi di Mahkamah Agung pada 6 September 2024.

Adapun susunan majelis Hakim kasasi yang memeriksa perkara Ronald Tannur yakni Ketua Majelis Soesilo dan dua anggota majelis yaitu Sutarjo dan Ainal Mardhiah.

Baca juga: Anak Zarof Ricar Maju Pileg DKI Jakarta Pakai Uang Ayahnya yang Kini Terjerat Korupsi, Terpilih?

Selanjutnya pada September 2024 Lisa mengetahui terkait susunan majelis kasasi tersebut.

Setelah mengetahui hal itu, Lisa kembali menghubungi Zarof dan melakukan pertemuan di kediaman terdakwa di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Dalam pertemuan tersebut, Lisa Rachmat menyampaikan kepada terdakwa bahwa salah satu Hakim yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur adalah Soesilo.

Lisa pun meminta agar Zarof untuk mempengaruhi Sosilo agar memperkuat putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

"Kemudian sebagai upaya untuk mempengaruhi hakim yang mengadili perkara kasasi sesuai keinginan Lisa Rachmat maka Lisa Rachmat akan memberikan uang sebesar Rp6.000.000.000,00 dengan pembagian Rp5.000.000.000,00 untuk Majelis Hakim Kasasi sedangkan Rp1.000.000.000,00 untuk terdakwa ZAROF RICAR dimana atas penyampaian tersebut maka terdakwa ZAROF RICAR menyetujui," jelas Jaksa.

Setelah mendapat tawaran itu Zarof pun menindaklanjutinya dengan melakukan pertemuan dengan Hakim Soesilo dalam sebuah acara pengukuhan guru besar di Universitas Negeri Makassar.

Saat itu Zarof memastikan pada Soesilo bahwa dirinya benar merupakan majelis hakim yang tangani kasasi Ronald Tannur.

Soesilo yang kemudian membenarkan hal itu lalu ditawarkan Zarof untuk membantu kasasi Ronald dengan memperkuat putusan PN Surabaya.

"Selanjutnya Susilo menanggapi dengan menyampaikan akan melihat perkaranya
terlebih dahulu," ujarnya.

Kemudian Lisa dan Zarof pun selanjutnya aktif berkomunikasi terkait kepengurusan perkara tersebut.

Hingga akhirnya Lisa Rachmat menyerahkan uang total sebesar Rp 5 miliar secara bertahap kepada Zarof dan disimpan oleh eks Pejabat MA itu di rumahnya di wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Bahwa pada tanggal 22 Oktober 2024 Majelis Hakim Kasasi yang terdiri dari Susilo (Ketua), Ainal Mardhiah (anggota I) dan Sutarjo (anggota II) menjatuhkan putusan Kasasi GREGORIUS RONALD TANNUR dimana terhadap putusan tersebut terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh hakim Susilo yang pada pokoknya menyatakan GREGORIUS RONALD TANNUR tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum," pungkasnya.

Akibat perbuatannya itu Zarof pun diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a jo.Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved