Senin, 6 Oktober 2025

Hari Buruh

Jumlah Pengangguran di Indonesia Tembus 7,48 Juta Orang, Masih Bisa Bertambah Imbas Tarif Trump

Adapun tenaga kerja kena PHK paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 57,37?ri jumlah tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan.

Penulis: Reza Deni
Editor: willy Widianto
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
JUMLAH PENGANGGURAN MEROKET - Pencari kerja melihat salah satu stand saat berlangsungnya Indonesia Job For Carrer 2016 di Senayan, Jakarta, Rabu (9/11/2016). Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer atau Noel menjelaskan saat ini angka pengangguran di Indonesia masih sangat tinggi. Dia menjelaskan bahwa hingga Mei 2025 total pengangguran Indonesia masih ada di level 7,48 juta orang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer atau Noel menjelaskan saat ini angka pengangguran di Indonesia masih sangat tinggi. Dia menjelaskan bahwa hingga Mei 2025 total pengangguran Indonesia masih ada di level 7,48 juta orang.

Baca juga: Kebijakan Reklasifikasi Ojek Online Dikhawatirkan Picu Pengangguran dan Turunnya Pendapatan UMKM

“Kalau tidak salah 7,48 juta," kata Noel saat ditemui di Universitas Pertamina, Jakarta Selatan, Kamis (1/5/2025).

Noel juga memprediksi angka pengangguran itu bakal bertambah di tahun ini. “Mungkin bisa jadi menambah ya usai mencuat perang tarif,” kata Noel.

Merujuk pada dokumen yang dipublikasikan pada Satu Data Kemenaker, tren PHK pada tahun ini memang menunjukkan peningkatan. Pada Februari 2025 lalu, total tenaga kerja terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilaporkan mencapai 3.325 orang. ​Sebulan sebelumnya, yakni Februari 2025, tembus sebanyak 18.610 orang. 

Adapun tenaga kerja kena PHK paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 57,37 persen dari jumlah tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan. 

Rinciannya, jumlah PHK di Jawa Tengah mencapai 10.677 orang pada Februari 2025. Selanjutnya, jumlah PHK terbanyak pada Februari diikuti oleh Provinsi Riau, yakni 3.530 orang.  Kemudian, jumlah PHK DKI Jakarta mencapai 2.650 orang pada Februari 2025. 

PHK Massal

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menyinggung pernyataan pemerintah dalam acara Sarasehan Ekonomi beberapa waktu lalu.  Dalam acara itu, pemerintah mengklaim investasi yang masuk ke Indonesia membuka penyerapan tenaga kerja yang jauh lebih besar daripada PHK. 

Padahal fakta di lapangan menunjukkan berbeda, karena beberapa pihak sering kali menutup data PHK dengan alasan tertentu. Ristadi mengatakan banyaknya PHK ini kembali diperparah dengan sikap korporasi yang membuka lowongan kerja hanya pada fresh graduate atau lulusan baru, dan menutup mata bagi mereka yang terimbas PHK.

"Jika pekerja-pekerja di industri tersebut terkena PHK, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi," kata Ristadi.

Ristadi kemudian menyinggung instruksi dari Presiden Prabowo Subianto yang meminta seluruh Kementerian dan Lembaga untuk melakukan deregulasi demi menjaga ketahanan ekonomi nasional serta memperhatikan kondisi domestik. Ia menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 berpotensi kembali melebarkan keputusan PHK masif. 

Baca juga: Atasi Masalah Pengangguran, Program Desa Emas Bangun Kemandirian Lewat Pariwisata

Pasalnya aturan ini menekan banyak sektor industri tanah air, seperti industri makanan dan minuman hingga hasil tembakau yang memiliki jutaan pekerja di dalamnya. “Misalnya di industri rokok (tembakau), jika terjadi penurunan produksi rokok, efisiensi akan dilakukan, bahkan PHK tidak bisa dihindarkan. Ini adalah kekhawatiran yang muncul di benak pengusaha-pengusaha rokok," katanya.

Ia menilai pasal terkait pembatasan kandungan gula, garam, lemak (GGL) serta pembatasan zona penjualan dan iklan rokok yang diatur dalam PP 28/2024 tidak relevan untuk diimplementasikan. Kebijakan ini dianggapnya bias dan malah berpotensi bermasalah.

Secara spesifik, Ristadi menyoroti industri hasil tembakau yang telah berkontribusi besar bagi negara. Menurutnya, akan terjadi kerugian ekonomi yang akan ditanggung oleh para pengusaha di sektor ini dan kian mempersempit ruang penyerapan tenaga kerja yang bisa berefek pada angka pengangguran semakin bertambah.

Ia mengingatkan bahwa pendapatan negara akan turut terdampak akibat kebijakan tersebut.  Terlebih berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kontribusi industri hasil tembakau mencapai 4,22 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved