Senin, 6 Oktober 2025

Respons Rencana Dedi Mulyadi Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer, Menhan: Kalau Mau Nitip Boleh Saja

Menhan Sjafrie Sjamsoeddin memperbolehkan jika Gubernur Jabar Dedi Mulyadi ingin menitipkan siswa ke barak militer, asal bukan untuk latihan militer.

Editor: Nuryanti
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
SISWA NAKAL KE BARAK MILITER - Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2024). Menhan Sjafrie Sjamsoeddin memperbolehkan jika Gubernur Jabar Dedi Mulyadi ingin menitipkan siswa ke barak militer, asal bukan untuk latihan militer. 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin, memberikan tanggapannya terkait Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang ingin mengirim anak atau siswa nakal ke barak militer.

Sjafrie mengaku tak masalah dengan kebijakan pengiriman siswa nakal ke barak militer ini.

Pasalnya kebijakan tersebut dibuat untuk mendukung ketertiban dan kedisiplinan siswa.

Sehingga Sjafrie memperbolehkan jika Dedi Mulyadi ingin menitipkan para siswa nakal ini ke barak militer.

"Itu kan kebijakan mau mendukung ketertiban disiplinnya anak-anak. Ya kalau mau nitip, boleh saja," kata Sjafrie, dilansir Kompas TV, Rabu (30/4/2025).

Namun Sjafrie menegaskan, penitipan siswa di barak militer ini diperbolehkan hanya sebatas untuk latihan kedisiplinan.

Sjafrie akan menolak jika penitipan ini digunakan untuk latihan militer.

Kemudian terkait eksekusi dan koordinasinya, Sjafrie menyerahkan kepada Panglima Kodam (Pangdam) wilayah masing-masing.

Karena kebijakan ini adalah kebijakan Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jabar, maka hal ini cukup dikoordinasikan dengan Pangdam.

"Di tingkat provinsi dengan Pangdam saja. Titip latihan disiplin itu boleh. Tapi bukan latihan militer," tegasnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Panen Kritik Soal Wacana Kirim Siswa ke Barak: Ada Risiko Trauma, Dampak Jangka Panjang

Berpotensi Mendekatkan dengan Kultur Kekerasan

Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute Ikhsan Yosarie memandang kerja sama antara Pemprov Jawa Barat (Jabar) dengan TNI AD, baik yang sudah dilakukan maupun masih dalam bentuk wacana, merupakan bentuk perluasan peran dan keterlibatan militer pada ranah sipil. 

Ikhsan memandang perluasan peran tersebut di luar koridor ketentuan UU TNI, bahkan UU TNI yang baru sekalipun. 

Menurutnya dalam UU nomor 34 tahun 2004 (UU TNI sebelum direvisi), keterlibatan tersebut berada dalam kategori Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang hanya dapat dilaksanakan atas dasar kebijakan dan keputusan politik negara.

Sementara, lanjut dia, pada UU TNI pascarevisi yakni UU nomor 3 tahun 2025, kategori OMSP tersebut dapat dilaksanakan atas dasar Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. 

Kondisi tersebut, menurutnya memperlihatkan minimnya pemahaman dan atau kepatuhan pihak-pihak terkait atas implementasi UU TNI. 

Ikhsan memandang rencana kerja sama antara Pemprov Jabar dengan TNI terkait penanganan persoalan di lingkungan pendidikan terutama atas siswa yang dianggap bermasalah, semestinya dilakukan secara proporsional dan melibatkan berbagai stakeholder guna melakukan pendidikan, pembinaan hingga pengawasan. 

Menurutnya banyak pihak yang dapat dilibatkan, mulai dari psikolog hingga K/L terkait yang memang fokus kepada anak dan sektor pendidikan. 

Ia memandang penggunaan pendekatan militeristik melalui pembinaan oleh militer justru bukan menjadi jawaban atas persoalan tersebut.

Sebab, kata Ikhsan, pendidikan militer dibentuk dan dibangun untuk kebutuhan militer dalam melaksanakan tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara. 

Baca juga: Wakil Ketua DPR Minta Rencana Dedi Mulyadi Bawa Siswa Bermasalah ke Barak TNI Dikaji Secara Matang

"Pelibatan militer dalam pembinaan siswa bermasalah kepada militer justru berpotensi mendekatkan siswa-siswa tersebut dengan kultur kekerasan yang lazim terjadi di tubuh aparat negara, yang notabene potret reformasi kultural aparat yang belum tuntas," kata Ikhsan saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (30/4/2025).

Selain itu, lanjut dia, pembentukan karakter siswa melalui pendekatan fisik, berpotensi melegitimasi praktik kekerasan dengan dalih pendisiplinan. 

Praktik-praktik kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah kedinasan, menurutnya, semestinya menjadi pembelajaran bahwa kultur kekerasan tersebut destruktif terhadap dunia pendidikan, terutama dengan relasi negatif berkedok senior-junior. 

"Mengingat ini persoalan yang memerlukan pendekatan sistemik, semestinya basis penanganan persoalan ini adalah kebijakan berbasis riset dan atau bukti," ungkap Ikhsan.

"Model ini perlu didorong agar setiap kebijakan dapat bersifat ilmiah atau terukur, serta melibatkan berbagai pihak dan ahli dalam proses penyusunannya," pungkas Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri itu.

Baca juga: Fraksi PDIP DPR: Program Pendidikan Militer Bagi Siswa Bermasalah Berpotensi Langgar Hak Anak

Rencana Kerja Sama

Diberitakan sebelumnya, Markas Besar TNI Angkatan Darat menyatakan akan ada kerja sama antara Kodam III Siliwangi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) terkait penanganan siswa bermasalah.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana mengungkapkan rencana tersebut akan dibicarakan secara lebih rinci dengan Pemprov Jabar.

Hal tersebut, kata Wahyu, sesuai hasil komunikasi dengan Staf Teritorial Angkatan Darat dan Staf Teritorial Kodam III/Siliwangi.

"Bahwa akan dilaksanakan kerjasama antara Kodam III/Siliwangi dan Pemprov Jabar terkait penanganan siswa yang bermasalah. Untuk rencana waktu pelaksanaan akan dibicarakan secara lebih rinci dengan Pemprov Jabar," kata dia saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Selasa (29/4/2025).

Baca juga: Kritik Tajam DPR ke Dedi Mulyadi soal Rencana Kirim Siswa Bermasalah ke Barak Militer

Soal tempat pelaksanaannya, ia mengatakan sementara ini sudah ada beberapa wilayah yang direncanakan sesuai pertimbangan dari Pemprov Jabar.

Akan tetapi, dia mengakui rencana tersebut belum mencakup semua wilayah di Jabar.

Sedangkan untuk mekanisme penentuan siswa yang akan dikirim, kata Wahyu, tentunya sesuai yang disampaikan oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.

Apa yang disampaikan Dedi, kata Wahyu, yakni para siswa dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua, dengan prioritas pada siswa yang terlibat tawuran, terlibat geng motor dan siswa yang orang tuanya sudah tidak mampu lagi untuk mendidik secara etika dan perilaku. 

"Jadi sekali lagi, untuk penentuan ini berdasarkan rencana dari Pemprov Jabar yang melibatkan orang tua atau tetap berdasarkan kesepakatan dengan orangtua masing-masing siswa," ungkapnya.

Baca juga: TNI AD: Akan Ada Kerja Sama Antara Kodam III Siliwangi dan Pemprov Jabar Tangani Siswa Bermasalah

Sedangkan untuk programnya sendiri, ungkapnya, secara umum juga seperti yang sudah disampaikan Dedi Mulyadi.

Program itu, kata Wahyu, yaitu pembinaan karakter bagi siswa-siswa yang memiliki sikap perilaku negatif meliputi pendidikan etika, pengetahuan, pertanian, dan kedisiplinan.

Sedangkan waktu pembinaannya, kata Wahyu, akan ditentukan setelah dilaksanakan koordinasi teknis dengan Pemprov Jabar.

"Sebelum pelaksanaan pembukaan program tersebut tentu akan ada pemberitahuan dan semua akan dilaksanakan setelah segala sesuatu sudah terkomunikasikan secara tekhnis antara Kodam III/Siliwangi dan Pemprov Jabar," pungkas dia.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Gita Irawan)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved