Kamis, 2 Oktober 2025

Dedi Mulyadi Panen Kritik Soal Wacana Kirim Siswa ke Barak: Ada Risiko Trauma, Dampak Jangka Panjang

Pelibatan personel TNI untuk melakukan pembinaan siswa bermasalah dengan cara militer adalah cara yang tidak tepat.

Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
GUBERNUR JABAR - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Gedung Nusantara Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025). Ia mengatakan siswa sering tawuran hingga main game Mobile Legend bakal dibina TNI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bakal memberikan pendidikan kepada para pelajar di Jawa Barat yang masuk kategori nakal untuk dibina TNI.

Dedi Mulyadi akan mulai menerapkan kebijakan membawa siswa bermasalah ke barak TNI mulai tanggal 2 Mei 2025 lusa.

Baca juga: Dedi Mulyadi Ingin Siswa Nakal Dididik di Barak Militer, DPR: Pendekatan Psikologis Lebih Tepat

Pria yang akrab disapa Kang Demul ini menyebut rencana itu merupakan bagian dari pendidikan karakter siswa yang akan berlangsung selama enam bulan. 

Namun rencana tersebut justru dikritik oleh berbagai pihak, mulai dari legislator hingga organisasi masyarakat sipil.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Minta Rencana Dedi Mulyadi Bawa Siswa Bermasalah ke Barak TNI Dikaji Secara Matang

Risiko Trauma

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyoroti potensi pelanggaran hak-hak asasi anak terkait rencana kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan TNI Angkatan Darat terkait pembinaan siswa bermasalah.

Usman memandang pelibatan personel TNI untuk melakukan pembinaan siswa bermasalah dengan cara militer adalah cara yang tidak tepat.

Disiplin militer, menurutnya tidak cocok untuk pertumbuhan anak karena metode militer sering kali melibatkan disiplin keras dan hukuman fisik yang tidak sesuai untuk anak-anak yang masih dalam proses perkembangan dan pertumbuhan.

Menurutnya, anak-anak justru membutuhkan pendekatan yang mendukung perkembangan emosi, sosial, dan kognitif mereka.

"Pendekatan itu membawa potensi terjadinya pelanggaran hak-hak asasi anak. Pembinaan dengan cara militer dapat berpotensi melanggar hak-hak anak, seperti hak atas perlindungan dari kekerasan fisik dan psikologis, serta hak untuk berkembang dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung," kata Usman saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (30/4/2025).

Menurutnya, pendekatan yang dibutuhkan untuk menangani siswa bermasalah adalah pendekatan yang lebih holistik.

Pendekatan tersebut menurutnya termasuk dukungan psikologis, pendidikan khusus, dan bantuan sosial. 

"Metode militer tidak dirancang untuk menangani kebutuhan kompleks anak-anak tersebut, apalagi hak anak yang utama adalah bermain. Ada risiko trauma dan dampak jangka panjang," kata dia.

"Pengalaman kekerasan atau disiplin keras dapat menyebabkan trauma dan memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan emosi anak. Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang menekankan perlindungan dan kesejahteraan anak," sambung Usman.

Baca juga: Imparsial Kritik Rencana Dedi Mulyadi Libatkan TNI untuk Bina Siswa Nakal

Langgar Hak Anak

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP) Giri Ramanda Kiemas, menanggapi wacana program pendidikan militer untuk remaja bermasalah di Jawa Barat.

Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek hak anak, hak asasi manusia, psikologi, dan kajian mendalam sebelum kebijakan tersebut dilaksanakan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved