Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Perang Tarif AS-Tiongkok Bakal Berdampak ke Rencana Modernisasi Alutsista TNI? Ini Kata Kemhan
Secara umum, ia mengungkapkan pada prinsipnya rencana pengadaan alutsista TNI yang telah sampai kepada tahap kontrak harus dipenuhi.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perang tarif impor antara Amerika Serikat (AS) masih berlanjut hingga saat ini.
Perang tarif tersebut juga dinilai bisa berdampak bagi perekonomian Indonesia.
Baca juga: Menhan RI & Panglima Angkatan Bersenjata Malaysia Bertemu, Ada Rencana Kerja Sama Produksi Alutsista
Lalu bagaimana dengan sektor pertahanan?
Apakah perang tarif AS dan Tiongkok berdampak pada rencana modernisasi alutsista TNI oleh pemerintah?
Baca juga: DPR Pertanyakan Nasib Alutsista Usai Anggaran Kemhan-TNI Dipangkas Rp26,99 Triliun Imbas Efisiensi
Pertanyaan itu muncul mengingat perang tarif AS dan Tiongkok tersebut dinilai sebagian pihak akan mengancam rencana pengadaan pesawat tempur F-15 EX produksi pabrikan AS, Boeing.
Selain itu, sebagian pihak juga memandang rencana pengadaan pesawat tempur F-15 EX tersebut dapat digunakan sebagai bahan negosiasi tarif impor dengan AS.
Menjawab soal dampak perang tarif AS dan Tiongkok, Kepala Biro Informasi Pertahanan (Karo Infohan) sekaligus Juru Bicara Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Frega Wenas tidak menyebut secara spesifik terkait dampaknya terhadap rencana pengadaan pesawat tempur F-15 EX dari Boeing.
Secara umum, ia mengungkapkan pada prinsipnya rencana pengadaan alutsista TNI yang telah sampai kepada tahap kontrak harus dipenuhi.
Karena, lanjut dia, bila kontrak pengadaan tersebut tidak dipenuhi, maka akan ada konsekuensi yang juga bisa berdampak strategis.
Selain itu, ungkap dia, perencanaan dan penganggaran pertahanan bersifat jangka panjang.
Ia menegaskan Kemhan akan mengawal proses modernisasi alutsista TNI berjalan lancar.
Baca juga: DPR Pertanyakan Nasib Alutsista Usai Anggaran Kemhan-TNI Dipangkas Rp26,99 Triliun Imbas Efisiensi
"Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dengan adanya perang tarif tadi akan berdampak kepada industri dan tentunya pemerintah Indonesia kemarin kan sudah ada delegasi juga yang diutus Bapak Presiden melakukan negosiasi," ungkap dia di Balai Media Kemhan Jakarta pada Jumat (25/4/2025).
"Di sisi lain kita pun juga mencoba mengoptimalkan industri pertahanan yang ada di Indonesia baik itu Pindad, kemudian PT DI, kemudian PT PAL," lanjutnya.
Di samping itu, kata Frega, Kemhan juga membuka peluang kerja sama dengan banyak negara.
Hal itu, karena posisi Indonesia sebagai negara non-blok yang mengadopsi politik luar negeri bebas aktif.
"Kita bebas untuk mencari mitra dengan siapa saja dengan prinsip tetap menjaga dan menghormati kedaulatan masing-masing negara," ungkap dia.
Ketika ditanya soal ada atau tidaknya rencana pengadaan alutsista TNI dari AS ke depannya, Frega juga menjawab secara umum.
Ia menjelaskan pada saat pemerintah ingin melakukan modernisasi dan pembelian alusista, tentunya ada beberapa rencana yang dilakukan.
Akan tetapi, lanjutnya, proses tersebut tidak sepenuhnya berada di tangan Kemhan melainkan juga ada di tangan pemerintah pusat dan di Kementerian Keuangan.
"Nanti keputusannya yang lebih tepat tentunya apakah anggaran itu disetujui atau tidak kembali lagi ke Kementerian Keuangan," pungkasnya.
Pada kesempatan lain, Frega sempat menjelaskan Kemhan telah melakukan kajian dan memberikan rekomendasi terkait rencana pengadaan jet tempur F-15 EX produksi pabrikan Amerika Serikat, Boeing.
Frega menjelaskan proses pengadaan alutsista dalam konteks manajemen pertahanan, perlu diperhitungkan secara cermat.
Pengadaan tersebut, ujar dia, juga harus selaras dengan kekuatan keuangan yang dimiliki oleh negara.
Dalam proses perencanaan pengadaan, ungkap dia, proses pengadaan pesawat tempur membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Selama belum ada kontrak yang ditantangani, kata dia, maka Indonesia belum memiliki keterikatan untuk membeli alutsista tersebut.
Hal itu disampaikannya dalam Webinar yang digelar ISDS bertajuk Kamu Bertanya, Kemhan Menjawab: Evolusi Ancaman dan Tantangan Pertahanan Kontemporer" pada Kamis (17/4/2025).
"Dan tentunya dengan kondisi yang ada saat ini, proses masih berjalan walaupun kalau dilihat kan dari pemberitaan itu sempat ada juga penandatanganan MOU. Pada prinsipnya, Kementerian Pertahanan sudah melakukan pekajian, dan juga sudah merekomendasikan," kata Frega.
"Namun kembali lagi, nanti keputusan itu ada di pemerintah pusat dan juga Kementerian Keuangan. Karena kita tahu kan saat ini, kondisi yang sangat dinamis, apalagi dengan geopolitik dunia, geoekonomi dunia dengan perkembangan yang terjadi di Amerika kemudian juga dengan beberapa wilayah negara lain," ucap dia.
Baca juga: Menhan RI & Panglima Angkatan Bersenjata Malaysia Bertemu, Ada Rencana Kerja Sama Produksi Alutsista
Indonesia Netral
Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan Indonesia bersikap tidak memihak atau netral terhadap perang dagang antara Tiongkok (China) dengan Amerika Serikat yang saling menaikkan bea masuk atau tarif impor.
Indonesia, kata Prabowo, bersikap netral karena memiliki hubungan baik dengan Amerika Serikat maupun dengan Tiongkok.
Sebaliknya, Presiden Prabowo, ingin Indonesia menjadi jembatan antara kedua negara dalam mencari titik temu dari kondisi yang terjadi saat ini.
"Tidak, tidak. Kami menghormati semua negara. Kami menganggap Tiongkok sebagai teman baik kami, dan kami juga menganggap Amerika Serikat sebagai teman baik kami. Kami ingin menjadi jembatan," kata dia usai menghadiri Antalya Diplomacy Forum (ADF) di Turki pada Jumat (11/4/2025).
Soal kemungkinan Indonesia mengurangi kerja sama dagang dengan Tiongkok, Presiden membantahnya.
Prabowo memandang untuk mengurangi kerja sama dagang dengan Tiongkok merupakan hal yang tidak mungkin terjadi.
"Oh, tidak mungkin. Tiongkok sangat dekat dengan Indonesia," pungkas dia.
Presiden Prabowo berharap kedua negara dapat mencapai suatu kesepakatan dalam perang tarif impor tersebut.
“Saya berharap pada akhirnya kedua negara akan mencapai semacam kesepakatan,” kata Prabowo .
Diberitakan sebelumnya, perang dagang antara AS dan China terus memanas.
Presiden AS, Donald Trump, menerapkan kenaikan tarif sebesar 145 persen atas barang impor asal China yang masuk ke negaranya.
Kebijakan tersebut kemudian direspons China dengan menaikkan tarif impor atas produk-produk asal Amerika dari 84 persen menjadi 125 persen.
Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Trump Merasa 'Ditampar' saat India, Rusia, dan China Lakukan Pertemuan, Langsung Beri Peringatan |
---|
Trump Tolak Tawaran Manis India: Tarif Nol Persen Tak Lagi Berarti, Sudah Terlambat! |
---|
Industri Otomotif Kehilangan 51.500 Lapangan Kerja Akibat Tekanan Tarif Dagang |
---|
Trump Murka, Siap Gugat ke Mahkamah Agung Usai Tarif Dagang Andalannya Dinyatakan Ilegal |
---|
Acuhkan Ancaman Tarif Trump, India Tingkatkan Ekspor Minyak dari Rusia |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.