Kasus Suap Ekspor CPO
Direktur JakTV Jadi Tersangka, Dewan Pers Ingatkan Jurnalis Tak Minta Duit dan Suap
Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB) jadi tersangka, Dewan Pers ingatkan jurnalis tak minta duit dan suap.
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar (TB), ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan terkait perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung), yakni tata niaga timah, impor gula, dan vonis lepas ekspor CPO, Selasa (22/4/2025).
Tian disebut melakukan permufakatan jahat untuk menggiring opini publik dengan membuat konten-konten yang dianggap menyudutkan Kejagung.
Tian diduga diberi uang Rp 478,5 juta dari dua tersangka lainnya untuk melancarkan permufakatan itu.
Berkaca dari kasus tersebut, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengingatkan agar jurnalis tak menerima suap dan meminta suap.
Ninik menyinggung pentingnya menjalankan kode etik jurnalistik.
Ia menekankan, agar jurnalis memiliki standar moral yang tinggi.
"Menggunakan standar moral yang tinggi, dan tidak minta-minta duit, nggak nyuap, dan menggunakan asas praduga tidak bersalah,” kata Ninik Rahayu dalam jumpa pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025).
Selain itu, Ninik mengingatkan agar para jurnalis menyajikan berita yang berimbang dan tidak mencampurkan fakta dan opini.
“Yang pertama, soal pemberitaannya apakah ada pelanggaran terhadap kode etik, misalnya cover both side atau tidak ada proses uji akurasi, dan lain-lain,” kata Ninik.
“Yang kedua perusahaan persnya harus profesional, jurnalisnya juga harus profesional. Artinya bekerja secara demokratis, bekerja tidak mencampur adukan antara opini dengan fakta,” lanjutnya.
Peran Direktur JakTV
Baca juga: Dewan Pers Turun Tangan, Periksa Dugaan Pelanggaran Etik Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar
Tian menjadi tersangka bersama dua pengacara, yakni Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saebih (JS).
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, menjelaskan, ada tiga peran yang dijalankan ketiga tersangka.
Mulai dari peran yuridis hingga peran melakukan rekayasa sosial.
Harli mengatakan, ada permufakatan jahat yang disepakati Tian, Marcella dan Junaedi.
Tian disebut menerima uang dari Marcella dan Junaedi untuk membuat dan menyebarkan berita yang menyudutkan Kejaksaan Agung.
"Ada tiga peran yang dimainkan pelaku. sebagai tim yuridis, yang berhadapan langsung dengan aktivitas persidangan, proses peradilan. Tetapi ada peran social engineering," ujar Harli saat konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Ketiganya dinilai menggiring opini masyarakat agar menilai seolah-olah institusi Kejaksaan buruk.
"Tiga orang ini, melakukan untuk seolah-olah institusi ini busuk. Padahal kenyataannya tidak demikian, dengan informasi yang tidak benar, dikemas, untuk mempengaruhi opini publik."
"Bayangkan, apa yang tidak kami lakukan seolah-olah itu kami lakukan. Tapi dinyatakan seolah-olah itu kami lakukan. Semua dalam rangka pelemahan institusi, untuk penanganan perkara supaya sesuai kehendaknya," papar Harli.
Selain itu, Harli mengatakan, ada pengerahan massa yang dilakukan ketiga tersangka.
Mereka diduga membayar orang untuk melakukan aksi.
"Berkali-kali saya sampaikan, peran tiga orang ini mempengaruhi bagaimana pandangan-pandangan masyarakat, termasuk pandangan peradilan terhadap institusi peradilan karena melakukan mobilisasi massa," jelasnya.
Harli mengatakan, Tian membuat konten dan acara diskusi yang menyudutkan Kejagung sebagai upaya menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara Kejagung yang sudah berjalan di persidangan.
"Ada pembuatan-pembuatan konten, talkshow yang seolah-olah diramu menjadi suatu pembenaran padahal tidak demikian. Saya harus sampaikan ada kelangkaan minyak, lalu Kejaksaan memproses, ditemukan ada perbuatan pidana."
"Orang-orangnya diproses lalu menurut kami ada kerugian keuangan negara, oleh putusan pengadilan tidak bisa diminta perorangan, tapi kepada korporasi," jelasnya.
Ketiganya tersangka dijerat pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 ayat 1 (1) KUHP.
"JS dilakukan penahanan 20 hari ke depan terhitung hari ini di Rutan Salemba. Begitu juga TB ditahan 20 hari terhitung ini di Rutan Salemba. Sedangkan untuk MS tidak ditahan karena yang bersangkutan sudah ditahan perkara lain," tandas Abdul Qohar.
(Tribunnews.com/Milani/Endra)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.