Senin, 6 Oktober 2025

Pemain Sirkus dan Kehidupannya

Beda Pernyataan Komnas HAM dan Pendiri Taman Safari Indonesia soal Dugaan Eksploitasi Pemain OCI

Komnas HAM dan pendiri Taman Safari Indonesia bicara soal dugaan eksploitasi di sirkus OCI.

Tribunnews/Jeprima/KOMPAS.COM /KIKI SAFITRI
TAMAN SAFARI INDONESIA - Komnas HAM dan pendiri Taman Safari Indonesia bicara soal dugaan eksploitasi di sirkus OCI. Pada Jumat (18/4/2025), Komnas HAM mengungkap pihaknya sempat menemukan adanya dugaan pelanggaran oleh OCI pada medio 1997. 

TRIBUNNEWS.COM - Muncul dugaan eksploitasi oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) terhadap para pemainnya.

Hal ini terungkap setelah mantan pemain OCI melakukan audiensi dengan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, beberapa waktu lalu.

Mereka mengaku mengalami kekerasan dan penganiayaan selama menjadi pemain sirkus OCI.

Terkait hal itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bicara mengenai dugaan pelanggaran oleh OCI.

Komnas HAM mengatakan pihaknya menyelidiki dugaan pelanggaran itu pada 1997, berdasarkan laporan polisi nomor LP/60/V/1997/Satgas tertanggal 6 Juni 1997.

Laporan itu ditujukan kepada FM dan VS yang disangkakan melanggar Pasal 277 dan 335 KUHP.

Baca juga: Mengenal Kalijodo, Tempat Hadi Manansang Pendiri Taman Safari Ambil Anak-anak, lalu Diajak Masuk OCI

Dalam penyelidikan, Komnas HAM menemukan empat dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak OCI.

Yaitu, hak anak untuk mengetahui asal-usul dan identitasnya, kebebasan dari ekploitasi ekonomi, hak atas pendidikan umum yang layak, serta hak atas perlindungan keamanan dan jaminan sosial.

Tetapi, saat itu, penyidikan kemudian dihentikan oleh Polri pada 1999.

"Komnas HAM mendapatkan informasi bahwa Direktorat Reserse Umum Polri menghentikan penyidikan tindak pidana menghilangkan asal-usul dan perbuatan tidak menyenangkan," ungkap Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing, Jumat (18/4/2025).

Meski sudah berjalan puluhan tahun, kasus dugaan eksploitasi di OCI ini belum diselesaikan secara tuntas.

Karena itu, Komnas HAM memberikan dua rekomendasi.

Pertama, Komnas HAM meminta agar kasus ini diselesaikan secara hukum atas tuntutan kompensasi untuk para mantan pemain OCI.

Kedua, Komnas HAM meminta agar asal-usul para pemain sirkus OCI segera dijernihkan.

"Hal ini sangat penting untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaannya," pungkas Uli.

Pendiri TSI Sebut Komnas HAM Sudah Telusuri Asal-usul Pemain OCI

Sementara itu, pendiri OCI sekaligus Taman Safari Indonesia (TSI), Tony Sumampau, mengungkapkan asal-usul sejumlah pemain sirkus OCI.

Ia mengatakan beberapa pemain OCI memang telah diasuh keluarganya sejak anak-anak.

Anak-anak itu diambil orang tua Tony, Hadi Manansang, dari panti asuhan di Kalijodo, sejak bayi.

"Orang tua itu suka menampung anak, jadi dari bayi, entah anaknya siapa itu. Ternyata, waktu saya tanya ini anak dari mana, katanya anak dari panti asuhan."

"'Panti asuhannya di mana?', 'Di daerah dekat Kalijodo'. 'Kenapa diambil?, 'Saya suka sumbang uang untuk panti asuhan'," ungkap Tony di hadapan awak media, Kamis (17/4/2025).

Baca juga: Berawal dari Ngamen, Hadi Manansang dan 3 Anaknya Dirikan Sirkus OCI, lalu Taman Safari Indonesia

Tony menjelaskan, anak-anak itu dibesarkan oleh keluarganya hingga berusia 6-7 tahun, dan kemudian dilatih untuk menjadi pemain sirkus.

"Jadi dari bayi dibesarkan, usia 6-7 tahun baru dibawa ke sirkus untuk mulai dilatih," jelas Tony, dilansir Kompas.com.

Lebih lanjut, Tony menyebut Komnas HAM mengetahui panti asuhan tempat orang tuanya mengambil anak-anak.

Hal itu, kata dia, diketahui setelah Komnas HAM melakukan penelusuran dan investigasi pada 1997.

"Waktu itu tim dari Komnas HAM yang menelusuri, dan ternyata panti asuhannya memang ada di sekitar Kalijodo," ungkap dia.

OCI Klarifikasi Temuan Komnas HAM

Pada Senin (21/4/2025), pihak OCI mengklarifikasi pernyataan Komnas HAM yang mengatakan ada dugaan pelanggaran oleh OCI di tahun 1997.

Juru bicara Hamdan Zoelva, Imam Nasef, mengatakan jika dalam dokumen Komnas HAM pada saat itu tidak ada soal pelanggaran HAM di OCI.

Hamdan Zoelva sendiri merupakan sosok yang ditunjuk sebagai Kuasa Hukum OCI saat dilaporkan ke Komnas HAM medio 1997.

Hasil pemantauan Komnas HAM kala itu, ujar Imam, adalah berbagai rekomendasi yang harus dilakukan oleh OCI kepada para korban.

Imam pun menekankan, jika dalam rekomendasi tersebut tidak ada pernyataan eksplisit yang menyebut adanya pelanggaran HAM. 

Dalam rekomendasi tersebut diksi yang digunakan adalah 'indikasi' atau 'kecenderungan', bukan secara gamblang menyatakan jika sudah ada pelanggaran HAM di OCI

"Kalau rekan-rekan ikuti Komisi III, sempat dibacakan, hal yang penting dicermati juga di dalam rekomendasi sebenarnya tidak ada satupun kata atau kalimat yang telah terbukti pelanggaran HAM, kalau dibaca tadi itu bahasanya adalah cenderung," ujar Imam.

"Ada kecenderungan terjadi pelanggaran HAM. Mungkin kita semua belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar."

"Kira-kira kalau ada kata cenderung itu, bukan sesuatu yang sudah dipastikan pasti atau terbukti pasti," sambung dia.

Imam menambahkan, apabila pernyataan tersebut juga sejalan dengan siaran pers Komnas HAM yang dirilis pada April 2025, yang mengulas kembali dokumen rekomendasi tahun 1997. 

Dalam siaran pers tersebut, Komnas HAM masih menggunakan istilah "dugaan" dan "indikasi'.

"Di situ bahasanya juga jelas, dia me-review ke laporan dan rekomendasi Komnas HAM tahun 1997 bahasanya di situ disebutkan dugaan pelanggaran HAM."

"Jadi lagi-lagi sebenernya Komnas HAM sendiri tidak pernah menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM," tegas Imam. 

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Mario Christian/Ibriza Fasti/Alfarizy, Kompas.com/Kiki Safitri)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved