Pemain Sirkus dan Kehidupannya
Eks Pemain Sirkus Sebut di Taman Safari Ada Sebuah Bunker untuk Tempat Penyiksaan
Kuasa hukum sebut korban meminta dibentuk tim investigasi agar mendatangi lokasi Taman Safari Indonesia untuk mengecek bunker tempat penyiksaan itu.
TRIBUNNEWS.COM - Kuasa Hukum Mantan Pemain Sirkus OCI, Muhammad Sholeh membeberkan kesaksian para mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) saat masih bekerja di Taman Safari Indonesia.
Dari pengakuan korban, terungkap soal dugaan adanya bunker tempat penyiksaan para mantan pemain sirkus tersebut semasa bekerja.
Maka dari itu, Sholeh meminta agar dibentuk tim investigasi untuk mendatangi lokasi Taman Safari Indonesia.
"Menurut teman-teman di sana itu ada bunker. Rumahnya itu ada di bawah tanah, tempat mereka tinggal di situ lah tempat penyiksaan. Itu berdasarkan pengakuan (korban)," katanya, dikutip dari YouTube Kompas TV yang tayang pada Jumat (18/4/2025).
Selain itu, Sholeh meminta agar pemerintah menanyai kondisi para pemain sirkus yang masih berada di Taman Safari Cisarua Bogor, Prigen Jawa Timur dan Gianyar Bali.
"Tanya satu per satu (ke karyawannya), masih mau kerja di situ apakah sudah layak gajinya atau masih mendapatkan kekerasan atau mau keluar yang dibantu oleh negara," ucapnya.
Para Korban Menuntut Ganti Rugi
Tak hanya itu saja, para korban juga menuntut ganti rugi kepada Taman Safari Indonesia.
Pasalnya, sudah sejak kecil mereka dieksploitasi hingga disiksa sampai mengalami cacat.
Bahkan, mereka mengaku tidak pernah digaji oleh pihak Taman Safari Indonesia.
"Juga terhadap kekerasan, ada yang membekas tangannya dipukul sama balok, korban Ida sampai badannya cacat.."
"Menurut saya, wajar sekali kalau mereka menuntut ganti rugi," kata Sholeh.
Baca juga: Eksploitasi Pemain Sirkus OCI, Reza Indragiri: Jika Jalur Hukum Buntu, Sanksi Sosial Bisa Jadi Jalan
Sholeh mengatakan, para korban juga meminta untuk membuka asal-usul 60 mantan pemain sirkus.
Pasalnya, para pemain sirkus itu tidak mengetahui identitas diri mereka sendiri dan silsilah keluarganya.
Sebab, sejak kecil, mereka sudah dipekerjakan secara paksa menjadi pemain sirkus.
Untuk menindaklanjuti kasus ini, pihak korban juga meminta agar segera dibentuk pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengadili kasus penyiksaan yang terjadi pada tahun 1997 silam.
Karena pada masa itu, belum ada undang-undang yang mengatur soal HAM.
"Menurut undang-undang HAM, tidak mengenal jangka waktu surut, artinya apa, ketika kasus ini dibuka dan betul-betul ada fakta eksploitasi terhadap anak-anak itu."
"Maka pengadilan HAM ini harus dibentuk supaya menjadi pelajaran ke depan buat bangsa ini supaya tidak boleh melakukan kekejaman eksploitasi dalam bentuk apapun," jelasnya.
Taman Safari Indonesia Bantah Tuduhan Para Eks Pemain Sirkus
Pihak Taman Safari Indonesia Group telah buka suara terkait dugaan kasus kekerasan yang dialami eks pemain sirkus tersebut.
Namun, dari Taman Safari membantah tudingan dan menegaskan tidak terlibat dalam permasalahan eks pemain sirkus itu.
Head of Media and Digital Taman Safari Indonesia Group, Finky Santika mengatakan, Taman Safari juga tidak pernah memiliki hubungan bisnis dengan para mantan pemain sirkus tersebut.
"Taman Safari Indonesia Group sebagai perusahaan ingin menegaskan bahwa kami tidak memiliki keterkaitan, hubungan bisnis, maupun keterlibatan hukum dengan eks pemain sirkus yang disebutkan,” kata Finky dalam keterangannya, Rabu (16/4/2025), dikutip dari Kompas.com.
“Kami menilai bahwa permasalahan tersebut bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan Taman Safari Indonesia Group secara kelembagaan,” ujar mereka.
Taman Safari Indonesia pun meminta agar kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi tersebut tidak disangkut pautkan dengan pihak mereka.
Pernyataan dari Pihak OCI
Sementara itu, mengenai kasus ini, dari pihak OCI membantah adanya hubungan antara OCI dengan Taman Safari Indonesia.
Pendiri OCI, Tony Sumampau, mengatakan bahwa tidak ada keterkaitan legal, finansial maupun sejarah antara OCI dan TSI.
"Hubungan legal enggak ada, hubungan uang enggak ada, enggak ada sumber masuk dari OCI ke Safari. Enggak ada ide orang OCI bangun Taman Safari, enggak ada," tegas Tony dalam sesi bincang media di Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025),
Tony mengakui, memang pernah menjadi pionir dalam kedua entitas tersebut.
Namun, ia menegaskan bahwa perjalanan OCI dan Taman Safari Indonesia terpisah jauh dan memiliki jalurnya masing-masing.
Tony pun menceritakan sejarah berdirinya OCI yang dimulai pada tahun 1960-an, di tengah situasi politik yang tidak stabil pasca peristiwa G30S PKI.
Pada masa itu, OCI mulai dikenal berkat kerjasama dengan Kostrad, yang membutuhkan hiburan untuk pasukan.
Awalnya, OCI hanya menampilkan pertunjukan akrobat, tapi pada tahun 1971, OCI beralih ke pertunjukan dengan singa dan harimau setelah kedatangan Royal Indian Circus .
Keputusan tersebut kemudian memicu OCI untuk memperkenalkan atraksi hewan, yang pertama kali mencakup singa dari Sriwedari, Solo.
Namun, pada 1974, Tony mengalami kecelakaan tragis saat melatih harimau yang menyebabkan kelumpuhan pada tangan kanannya.
“Saya digigit harimau, saraf tangan saya putus, hingga harus menjalani operasi di Australia, disambung-sambung sarafnya,” ujar Tony mengenang kejadian tersebut.
Selama pemulihan di Australia, Tony bekerja di African Lion Safari dan belajar tentang pengelolaan taman safari, hingga pada akhirnya menginspirasi ide untuk mendirikan Taman Safari Indonesia.
"Karena ide saya waktu itu, pernah bekerja di situ, saya pakai nama itu, ternyata namanya panjang, African Lions Safari. Malah bisa lebih panjang lagi, African Lions Country Safari," ucap Tony.
"Lama-lama, baru dikatakan pakai nama Barat, kenapa tidak lokal. Itu (tahun) 1991 baru diganti menjadi Taman Safari," tandasnya.
Dengan penegasan tersebut, Tony berharap, masyarakat memahami bahwa OCI dan TSI adalah dua entitas yang berjalan sendiri-sendiri, meskipun memiliki sejarah yang melibatkan dirinya.
Dia mengatakan, isu yang beredar saat ini tidak menggambarkan hubungan antara keduanya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Alfarizy Ajie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.