Rabu, 1 Oktober 2025

Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien

Atalia Soroti Faktor Relasi Kuasa di Berbagai Kasus Kekerasan Seksual

Atalia Praratya menyoroti kasus tindak pidana kekerasan yang terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir, termasuk di RSHS Bandung.

|
Tangkap Layar YouTube Kompas TV
ATALIA SOROTI KASUS - Anggota DPR RI Komisi VIII, Atalia Praratya dalam konferensi pers pada Sabtu (12/4/2025). Atalia menyoroti kasus tindak pidana kekerasan yang terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir dipengaruhi faktor relasi kuasa. 

TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR RI Komisi VIII, Atalia Praratya menyoroti kasus tindak pidana kekerasan yang terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.

Istri mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil itu menyebut adanya faktor relasi kuasa dalam kasus kekerasan seksual, termasuk kasus pemerkosaan keluarga pasien oleh Priguna Anugerah Pratama (PAP). dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).

"Saya dari Komisi VIII hari ini juga turut serta mengecam ya terkait dengan tindakan yang dilakukan ini, kita melihat ini adalah relasi kuasa," ungkap Atalia pada konferensi pers, Sabtu (12/4/2025).

Kata Atalia, kasus-kasus kekerasan seksual sangat marak terjadi dan muncul ke permukaan.

"Kita tahu bahwa ini fenomena gunung es, yang muncul adalah mereka-mereka yang berani speak up," ujarnya.

Mengutip data Komnas Perempuan tahun 2022, Atalia menyebut sekitar 60 persen korban kasus tindakan kekerasan tidak berani untuk melapor dan harus menjadi perhatian khusus.

"Kasus-kasus belakangan ini begitu bermunculan ya dari mulai ini tercatat kasus guru besar UGM ini 
diberhentikan karena terbukti melecehkan banyak mahasiswinya."

"Kemudian kasus pesantren Jombang, jadi ini antara relasi kuasa antara kiai dengan santrinya, kemudian Kapolres Ngada begitu, ini seseorang yang dianggap atau institusi yang dianggap mampu untuk melindungi warga masyarakat justru menjadi predator bagi anak-anak kecil gitu ya," ujarnya.

"termasuk yang terakhir ini adalah yang muncul ke permukaan yaitu dokter residen Unpad spesialis ya, PAP yang kita sebut seperti itu," ungkap Atalia.

Lebih lanjut, Atalia mengapresiasi dan bersyukur atas perhatian penuh terkait perlindungan khususnya pada perempuan dan anak.

"Saya bersyukur juga berterima kasih kepada semua pihak yang bekerja keras sehingga membuat proses dari
mulai terjadinya kasus ini sampai dengan hari ini terlihat lancar," ungkapnya.

Baca juga: Saksi Bisu Aksi Rudapaksa Dokter PPDS Priguna, Pelaku Ajak Korban ke Gedung MCHC RSHS, lalu Dibius

Atalia mengapresiasi berbagai pihak, termasuk RSHS yang dinilai sangat responsif membantu proses pelaporan korban kepada pihak kepolisian.

"Mereka juga berkomitmen menjaga kerahasiaan, saya kira ini penting sekali sampai hari ini kita bisa menjaga korban sehingga tidak terganggu secara psikisnya, karena untuk menyelesaikan traumanya saja yang bersangkutan masih butuh waktu," ungkap Atalia.

Atalia juga mengapresiasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang langsung membekukan program pendidikan spesialis untuk melakukan evaluasi.

"Termasuk mencabut izin praktik dokter yang bersangkutan," ujarnya.

Pihak Unpad juga diapresiasi Atalia.

Unpad langsung mengonfirmasi kasus ini dan memberikan sanksi tegas dengan memecat dan mengeluarkan PAP dari Universitas Padjadjaran.

"Kemudian kita juga mendapatkan bantuan dukungan Kemen PPA melalui UPTD PPA Kota Bandung dan juga Jawa Barat ya jadi mereka memberikan bantuan konseling dan juga psikologi forensik begitu."

"Kami juga bersyukur karena ternyata Jabar Bantuan Hukum juga mendapat kepercayaan dari keluarga korban untuk mendampingi kasus hukum ini," ungkapnya.

RSHS Akan Diperiksa

Sementara itu Wadirreskrimum Polda Jabar, AKBP Aszhari Kurniawan menanggapi kasus rudapaksa yang terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Pelaku rudapaksa ini adalah dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad), Priguna Anugerah Pratama.

Dari kasus rudapaksa ini, Aszhari mengungkap kemungkinan RSHS Bandung ikut diperiksa.

Namun, hal ini baru bisa dilakukan ketika ditemukan adanya kelalaian yang dilakukan RSHS Bandung sehingga ikut mengakibatkan terjadinya kasus rudapaksa ini.

Untuk saat ini Aszhari mengaku pihaknya tengah berfokus pada peristiwa rudapaksa yang dilakukan oleh Priguna.

“Untuk saat ini kita fokus terlebih dahulu kaitan dengan peristiwa (dugaan kekerasan seksual) yang dilaporkan oleh korban pertama, kemudian korban kedua maupun ketiga."

“Bilamana menang nanti ada hal-hal terkait yang disampaikan tadi (dugaan kelalaian), mungkin jadi masukan bagi kita untuk melakukan penyelidikan,” kata Aszhari dilansir Kompas TV, Sabtu (12/4/2025).

Aszhari menambahkan pihaknya kini telah menerima tiga laporan korban dugaan kekerasan seksual oleh Dokter Priguna.

“Yang kami terima sampai dengan saat ini, untuk korbannya dari sejak yang pertama tempo hari, korban FH, bertambah menjadi tiga. Jadi ada tambahan dua korban lagi," imbuhnya.

Tak hanya itu, penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus ini, termasuk dari pihak rumah sakit.

Nantinya akan dilakukan pemeriksaan saksi lanjutan jika memang informasi dari saksi ini diperlukan oleh penyidik.

“Beberapa saksi dari pihak rumah sakit, sejak awal kasus ini berjalan, sudah kami lakukan pemeriksaan.”

“Manakala memang nanti dibutuhkan pemeriksaan kembali terhadap para saksi tersebut ataupun ada saksi baru dari pihak rumah sakit, tentunya kami akan lakukan pemeriksaan,” terang Aszhari.

RS Hasan Sadikin Dinilai Tak Bisa Lepas Tangan

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan pihak RSHS tidak bisa lepas tangan dalam kasus rudapaksa yang dilakukan Priguna sekalipun dokter tersebut adalah mahasiswa titipan dari PPDS Jurusan Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad). 

Menurut Reza, tindakan kejahatan itu dilakukan di rumah sakit dan dengan fasilitas rumah sakit.

Karena itu, pihak rumah sakit harus bertanggung jawab dalam kasus rudapaksa ini.

"TKP-nya di rumah sakit, instrumen yang dipakai dugaan saya adalah obat bius dari rumah sakit juga. Oknum pelakunya ternyata juga sedang bekerja di RS."

Baca juga: STR dan SIP Dicabut Priguna Anugerah Tidak Bisa Buka Praktik Dokter Seumur Hidup

"Tidak ada alasan bagi kemudian otoritas RS untuk lepas tangan," tegas Reza dalam sebuah wawancara televisi yang tayang pada Jumat (11/4/2025) dikutip dari Tribun Jakarta.

Terlebih, masyarakat memiliki asumsi bahwa rumah sakit dan dokter menjadi tempat pasien merasa aman dan nyaman dalam menjalani penyembuhan. 

Namun, yang terjadi justru rumah sakit menjadi tempat pelaku melakukan aksi kejahatan. 

"Tapi ternyata (tempat aman dan nyaman untuk penyembuhan itu) terpatahkan dalam peristiwa (kekerasan seksual) yang satu ini," tambah Reza. 

Baca juga: 2 Korban Lain Dokter PPDS Priguna Sudah Diperiksa, Ternyata Pasien RSHS, Pelaku Pakai Modus Serupa

Reza awalnya mengaku kaget dengan kasus yang mencuat ke publik ini.

Menurutnya, tindakan ini tergolong kejahatan yang serius dan bisa dikatakan tragedi yang sempurna.

"Saya awalnya bereaksi kaget dan takut membayangkan ada perkosaan dilakukan oknum dokter di rumah sakit."

"Sempurna sudah, individunya rusak dan organisasinya pun seakan-akan rusak. Dua ini perpaduan sempurna," ujar Reza.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Faryyanida Putwiliani/Galuh Widya Wardani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved