Sabtu, 4 Oktober 2025

Revisi UU TNI

Menteri HAM Minta Polisi Tak Proses Hukum Aktivis yang Interupsi Rapat RUU TNI di Hotel Fairmont

Menteri HAM Natalius Pigai meminta aparat kepolisian tidak memproses hukum para aktivis yang menginterupsi rapat RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta

Editor: Adi Suhendi
KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari
MENTERI NATALIUS PIGAI - Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai saat ditemui awak media di Graha Pengayoman Kemenko Kumham Imipas, Kuningan, Jakarta pada 31 Desember 2024. Natalius Pigai meminta aparat kepolisian tidak memproses hukum para aktivis yang menginterupsi rapat RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai meminta aparat kepolisian tidak memproses hukum para aktivis yang menginterupsi rapat RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta Sabtu (15/3/2025).

Pigai berharap polisi menggunakan cara lain, yakni mediasi.

"Polisi cari solusi mediasi saja, tidak usah proses hukum," kata Pigai dalam pernyataannya, Selasa (18/3/2025).

Kata Pigai, polisi dapat menggunakan cara keadilan restoratif atau restorative justice untuk menuntaskan persoalan ini.

"Kalau enggak salah ada peraturan Kapolri yang lebih kepada restoratif dari pada retributif," katanya.

Baca juga: Ibas: RUU TNI Harus Tetap Kedepankan Supremasi Sipil dan Berikan Penguatan untuk Kedaulatan Negara

Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum dari dua aktivis yang menggeruduk rapat pembahasaan RUU TNI datang ke Polda Metro Jaya, Selasa (18/3/2025).

Mereka tergabung dalam Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) untuk klarifikasi terkait aksi yang dilakukan oleh Andri Yunus dan Javier Maramba Pandin, dalam rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Sabtu (15/3/2025).

Anggota TAUD, Arif Maulana, mengatakan jika pelaporan terhadap dua aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan itu adalah bentuk pembungkaman publik.

Baca juga: Pimpinan DPR Dasco Klaim Pertemuan dengan Aktivis Penolak RUU TNI Capai Titik Temu

"Kami memandang bahwa laporan pidana yang disampaikan oleh sekuriti Fairmont itu keliru dan tidak berdasarkan hukum," kata Arif Maulana, usai bertemu kepolisian di Polda Metro Jaya, Selasa (18/3/2025).

"Kami melihat laporan ini adalah bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation atau biasa disebut dengan SLAPP, yang identik dengan upaya pembungkaman terhadap partisipasi publik dalam mengawasi proses pembentukan kebijakan," tegasnya.

Arif pun bahkan mengatakan jika pelaporan terhadap dua aktivis itu adalah bentuk kriminalisasi terhadap kemerdekaan berpendapat.

"Ini dugaan kuatnya adalah bentuk kriminalisasi terhadap kemerdekaan berpendapat berekspresi, hak politik masyarakat untuk kemudian berpartisipasi, mengawasi jalannya penyusunan regulasi," kata Arif.

"Khususnya Revisi Undang-Undang TNI yang sedang dibahas secara tertutup, tidak partisipasi, tidak demokratis oleh DPR dan pemerintah kemarin di Hotel Fairmont, di tengah gembar-gembor efisiensi anggaran pemerintah," imbuhnya.

Anggota TAUD lainnya, Gema Gita Persada, turut menyayangkan langkah kepolisian yang terkesan terburu-buru dalam menerima laporan terhadap dua aktivis tersebut.

"Kami juga turut menyayangkan apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam hal ini menindaklanjuti secara cepat laporan yang bisa dibilang patut dipertanyakan ini, laporan yang seperti sudah disampaikan oleh rekan saya barusan," kata Gema Gita.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved