Revisi UU TNI
ISDS Terbitkan Policy Paper Revisi UU TNI, Penambahan Usia Pensiun Berefek Negatif ke TNI
ISDS menerbitkan policy paper bertajuk Revisi UU TNI Perlu Orientasi Jangka Panjang menyikapi proses revisi UU TNI.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Hasanudin Aco
Lepas dari revisi UU TNI, TNI dipandang seharusnya lebih serius membenahi sistem personalianya mulai dari rekrutmen, seleksi kenaikan pangkat hingga pensiun.
ISDS memandang rencana Panglima TNI untuk melaksanakan Ikatan Dinas Pertama (IDP) dan Ikatan Dinas Lanjutan (IDL) secara konsisten bisa menjadi salah satu solusi di hulu.
Akan tetapi, solusi di akhir masa jabatan tidak komprehensif.
Perlu ada solusi di tingkat rekrutmen dan selama masa karir.
Perlu dicatat, kebijakan tentang tentang IDP dan IDL telah punya dasar legal berupa Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 (PP 39/2010) dan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 27 Tahun 2012 (Permenhan 27/2012).
"Sayangnya, pelaksanaannya sangat minim. Yang jelas, stagnasi di level kolonel dan pati massif 20 tahun belakangan ini," kata Dwi.
ISDS memandang IDP dan IDL bisa menjadi mekanisme jalan keluar bagi prajurit TNI yang memang tidak memenuhi kualifikasi.
Namun, perlu dipersiapkan juga pembekalan kemampuan agar prajurit TNI tersebut memiliki ‘modal’ untuk berkarya di luar TNI dengan kapasitas dan kemampuannya.
Selanjutnya, stagnasi bisa mengakibatkan demotivasi dari perwira-perwira muda dan kompetisi yang tidak sehat.
"Hal tersebut berakibat buruk pada organisasi militer karena persaingan menjadikan TNI tidak kohesif dan efektif, serta rentan dipolitisasi," kata Dwi.
4 Rekomendasi
Untuk itu, ISDS mengemukakan setidaknya empat rekomendasi.
Pertama, tidak menambah usia pensiun TNI bagi pati.
Penambahan usia pensiun bintara dan tamtama masih layak untuk dikaji.
"TNI dan Kementerian Pertahanan diharapkan membuat sistem personalia yang lebih komprehensif," kata Dwi.
Kedua, mengurangi usia pensiun TNI disertai dengan mekanisme exit plan yang bisa menopang para prajurit dan perwira TNI untuk bisa berkarya maksimal sebagai purnawirawan.
Misalnya, ketika seorang perwira tidak lulus 3 kali Sesko, dalam setahun ia harus pensiun dini.
"Ketika seorang pati bintang 1 atau 2 selama tiga tahun tidak mendapat job atau naik pangkat, harus pensiun," ungkap Dwi.
Ketiga, perlu ditelaah lebih lanjut perubahan pasal 3 UU TNI, apakah memiliki bahaya politisasi TNI.
Mengingat kebijakan strategi pertahanan termasuk pengadaan, pemeliharaan dan pengadaan dan sumber daya nasional akan akan ditangani Kementerian Pertahanan yang dipimpin pejabat politik.
"Keempat, menambahkan substansi yang terkait dengan perkembangan organisasi TNI ke depan terkait kemampuan siber, kerja sama dengan sipil baik pribadi maupun swasta, serta kemampuan Antariksa," pungkas Dwi.
Revisi UU TNI
Ketua MK Tegur DPR Sebab Terlambat Menyampaikan Informasi Ahli dalam Sidang Uji Formil UU TNI |
---|
MK Minta Risalah Rapat DPR saat Bahas RUU TNI, Hakim: Kami Ingin Membaca Apa yang Diperdebatkan |
---|
Cerita Mahasiswa UI Penggugat UU TNI: Dicari Babinsa Hingga Medsos Diserang |
---|
Pakar Tegaskan Mahasiswa hingga Ibu Rumah Tangga Punya Legal Standing untuk Gugat UU TNI |
---|
Bivitri Susanti Soroti Tekanan Terhadap Mahasiswa Pemohon Uji Formil UU TNI: Kemunduruan Demokrasi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.