Senin, 29 September 2025

Indeks Harga Saham Gabungan

IHSG Anjlok, Pengamat Sebut Pasar Butuh Bukti, Reformasi Hukum dan Teknokrasi Jadi Kunci

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga mendekat 7% sebelum terkena trading halt (pembekuan sementara) hari ini.

|
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SAHAM ANJLOK - Pengunjung beraktivitas di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (18/3/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada Selasa (18/3) dan sempat terjadi pembekuan sementara perdagangan (trading halt) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) yang dipicu penurunan IHSG mencapai 5 persen. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga mendekat 7 persen sebelum terkena trading halt (pembekuan sementara) hari ini.

Hal ini mencerminkan kepanikan pasar terhadap kebijakan fiskal pemerintah. 

Program Makan Bergizi (MBG) dan Danantara, dua program ambisius yang menelan anggaran fantastis dinilai sebagai beban fiskal besar yang tidak ditopang oleh manajemen teknokratis yang kuat.

Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menilai bahwa kejatuhan IHSG bukan sekadar reaksi terhadap belanja negara yang agresif tetapi juga akibat melemahnya budaya teknokrasi dan ketidakpastian hukum. 

Pemerintah justru mengutamakan aktor politik dalam mengelola sektor strategis, alih-alih menempatkan teknokrat yang kompeten. 

Contohnya adalah pemilihan kepemimpinan di Danantara. 

Pengamat Hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho.
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho. (ist)

Sementara itu, dugaan korupsi besar di Pertamina makin memperburuk sentimen pasar terhadap tata kelola negara, yang dianggap semakin rentan terhadap kepentingan kelompok tertentu.

"Pasar butuh kepastian bahwa negara ini bisa dikelola dengan baik. Namun, sistem politik kita justru melahirkan lebih banyak politisi pragmatis dibanding teknokrat andal. Akibatnya, kebijakan yang diambil cenderung populis dan berorientasi jangka pendek, bukan berbasis efisiensi dan keberlanjutan fiskal," ujar Hardjuno di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Kandidat doktor Hukum dan Pembangunan  Universitas Airlangga (Unair) ini menilai krisis kepercayaan yang sedang terjadi ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan janji politik atau penyesuaian kebijakan fiskal.

Pasar membutuhkan bukti nyata bahwa pemerintah serius dalam membangun tata kelola yang bersih dan profesional. 

Salah satu cara paling cepat dan konkret untuk memulihkan kepercayaan pasar adalah mengesahkan UU Perampasan Aset.

"UU ini bukan sekadar instrumen hukum, tapi sinyal bagi pasar bahwa pemerintah serius melawan korupsi dan membangun kembali budaya teknokrasi. Kalau aset koruptor bisa langsung disita dan dikembalikan ke negara, maka negara punya lebih banyak ruang fiskal tanpa harus terus-menerus mencari utang atau mengorbankan sektor strategis lainnya," tegasnya.

Sejauh ini, penegakan hukum terhadap korupsi masih menghadapi banyak kendala, termasuk proses hukum yang panjang dan sulitnya penyitaan aset. 

Tanpa perangkat hukum yang efektif, banyak aset hasil korupsi tetap dinikmati oleh para pelaku meskipun mereka telah dijatuhi hukuman. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan