Jumat, 3 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

Paulus Tannos: Saya Tidak Mau Kembali ke Indonesia

Buronan KPK dalam kasus korupsi proyek e-KTP Rp 2,3 triliun, Paulus Tannos, tak ingin kembali ke Indonesia.

Editor: Hasanudin Aco
Dok. KPK
TAK MAU PULANG - Buronan kasus e-KTP Paulus Tannos ditangkap di Singapura Januari 2025 lalu. Kemarin, dia mengatakan tak mau pulang ke Indonesia. 

 

TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Buronan KPK dalam kasus korupsi proyek e-KTP Rp 2,3 triliun, Paulus Tannos, hingga saat  ini masih ditahan otoritas Singapura.

Belum jelas kapan Paulus Tannos akan diekstradisi ke Indonesia.

Namun pada Kamis (13/3/2025) kemarin, pengadilan Singapura menyatakan bahwa kuasa hukum Paulus Tannos mengajukan permohonan jaminan beserta dokumen pendukung yang merincikan kondisi medis Paulus.

Paulus, yang juga dikenal dengan nama Tjhin Thian Po, ini telah tinggal di Singapura sejak 2017.

Ia berstatus penduduk tetap di Singapura dan memegang paspor diplomatik dari negara Guinea-Bissau di Afrika Barat.

Ia pertama kali ditahan tanpa jaminan setelah ditangkap oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi (CPIB) pada 17 Januari 2025.

Singapura menerima permintaan resmi dari Indonesia untuk mengekstradisi Tannos pada 24 Februari, beserta dokumen-dokumen terkait, yang saat ini sedang dalam peninjauan.

Persidangan Paulus pada Kamis berlangsung tiga hari setelah pemerintah Singapura menyatakan mereka tengah berupaya mempercepat permintaan ekstradisi Indonesia terhadapnya.

Menteri Hukum dan Dalam Negeri K Shanmugam mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa Singapura akan melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk mempercepat proses ekstradisi tersebut.

Dan bahwa kecepatan penanganan kasus ini tergantung pada argumen dari pihak Paulus dan kuasa hukumnya, serta faktor-faktor seperti ketersediaan jadwal pengadilan.

Kasus Paulus adalah yang pertama di bawah perjanjian ekstradisi baru antara Singapura dan Indonesia, yang ditandatangani pada Januari 2022 dan mulai berlaku pada Maret 2024.

Tannos Alami Nyeri Dada

Paulus muncul dalam persidangan melalui sambungan video, mengenakan kemeja putih dan tampak kurus serta lemah.

Jaksa Pengacara Negara Sarah Siaw mengatakan kepada pengadilan bahwa pihak negara telah menerima permohonan jaminan dari kuasa hukum Paulus pada Selasa malam, setelah batas waktu pengajuan.

Sarah mengatakan bahwa pihak negara juga telah menerima surat sumpah berisi laporan medis dan dokumen dari pihak pembela.

Ia meminta untuk mengajukan surat tanggapan pada 17 April.

Ia menambahkan bahwa surat sumpah dari pihak pembela memuat beberapa pernyataan yang memerlukan verifikasi dari pihak penjara.

“Kami telah memeriksa dengan pihak yang berwenang dan mereka mengatakan bahwa mereka memerlukan waktu empat sampai lima minggu untuk menyusun laporan medis yang terperinci,” tambahnya.

Kuasa hukum Paulus mengatakan dalam tanggapannya bahwa pengajuan permohonan terlambat karena kliennya dibawa ke Rumah Sakit Umum Changi setelah mengeluh nyeri di dada.

Ada jeda informasi terkait kondisinya selama 24 hingga 48 jam, tambah pengacara tersebut.

Ia juga mengatakan bahwa ia telah meminta laporan medis kliennya dari pihak rumah sakit, namun ia menentang lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan surat tanggapan.

“Kami meminta jaminan seawal mungkin, jika jaminan tidak diberikan untuk menempatkannya di rumah sakit. Tidak bisa dipungkiri bahwa ia memiliki masalah medis dari semua laporan medis yang saya lampirkan,” ujar pengacara tersebut. Kondisi kesehatan Paulus tidak disebutkan secara spesifik di pengadilan.

Berbicara kepada Paulus melalui penerjemah, hakim mengatakan bahwa ia diwajibkan oleh hukum untuk menanyakan apakah Paulus bersedia menyerahkan diri ke negara asing.

Paulus menjawab dalam bahasa Inggris.

“Saya tidak mau kembali ke Indonesia, Yang Mulia.”

Setelah ia diingatkan untuk berbicara melalui penerjemah, ia menyatakan dalam Bahasa Indonesia bahwa ia tidak bersedia kembali ke tangan pihak berwenang di Indonesia.

Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 19 Maret, di mana Jaksa Pengacara Negara akan menyampaikan informasi terkini tentang pengajuan surat tanggapan ke pengadilan.

Paulus akan tetap ditahan sampai saat itu.

Menteri Shanmugam sebelumnya mengatakan bahwa Paulus dapat diekstradisi dalam waktu enam bulan atau kurang, jika ia tidak menentang ekstradisi.

Namun proses itu bisa memakan waktu hingga dua tahun jika ia mengajukan perlawanan di setiap tahapan sidang.

Penjelasan KPK

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons soal pernyataan otoritas Singapura yang menyebut proses ekstradisi terhadap buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos bisa memakan waktu dua tahun lebih.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan pihaknya akan berupaya untuk mempercepat kepulangan Paulus Tannos ke Tanah Air.

"KPK akan menyiapkan segala hal yang bisa mempercepat proses pemulangan Saudara PT [Paulus Tannos]," kata Tessa kepada wartawan, Rabu (12/3/2025).

Namun, kata Tessa, untuk proses hukum yang saat ini sedang berjalan di Singapura, KPK menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Hukum (Kemenkum) terkait koordinasi antara pemerintah Indonesia dengan Singapura.

"Dan termasuk hal-hal apa saja yang bisa dilakukan untuk mempercepat prosesnya (bila ada)," kata Tessa.

Sumber: Channel News Asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved