Senin, 6 Oktober 2025

Prakiraan Cuaca

BMKG: Puncak Musim Kemarau di Indonesia Diprediksi Terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus 2025

BMKG memprediksi periode puncak musim kemarau di Indonesia tahun ini akan terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2025.

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Febri Prasetyo
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
PUNCAK MUSIM KEMARAU - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG Dwikorita Karnawati di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/12/2024). BMKG memprediksi periode puncak musim kemarau di Indonesia tahun ini akan terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2025. 

TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi periode puncak musim kemarau di Indonesia tahun ini akan terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2025.

Sementara itu, awal musim kemarau di sebagian besar wilayah diprediksi terjadi pada periode yang sama hingga mundur dibandingkan dengan kondisi normalnya.

Hal tersebut dikatakan oleh Plt. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Konferensi Pers Prediksi Awasl Musim Kemarau di Kantor Pusat BMKG, Kemayoran, Jakarta pada Kamis (13/3/2025).

"Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka awal musim kemarau 2025 di Indonesia diprediksi terjadi pada periode waktu yang SAMA dengan normalnya pada 207 ZOM (30 persen), MUNDUR pada 204 ZOM (29 persen), dan MAJU pada 104 ZOM (22 persen)," kata Dwikorita, dikutip dari siaran pers BMKG, Jumat (14/3/2025).

"Puncak musim kemarau 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada Juni, pada Juli dan pada Agustus 2025," sambungnya.

Dwikorita menjelaskan wilayah yang mengalami awal musim kemaraunya diprediksi sama dengan normalnya, yaitu sebagai berikut.

  • Sumatra
  • Jawa Tengah
  • Kalimantan Timur
  • Sulawesi Selatan
  • Gorontalo
  • Sulawesi Utara
  • sebagian Maluku
  • sebagian Maluku Utara

Baca juga: BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem Jelang Mudik Lebaran 2025, Potensi Banjir di Wilayah Pesisir

Sedangkan, wilayah yang diprediksi akan mengalami awal musim kemarau yang mundur atau datang lebih lambat dibandingkan dengan normalnya, adalah:

  • Kalimantan bagian Selatan
  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur
  • Sulawesi
  • sebagian Maluku utara dan Merauke

Sementara itu, ia menambahkan jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya, secara umum musim kemarau 2025 diprediksi bersifat NORMAL sebanyak 416 Zona Musim/ZOM (60 persen), 185 ZOM (26 persen) diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat ATAS NORMAL, dan 98 ZOM (14 persen) diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat BAWAH NORMAL.

Adapun wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau normal (416 ZOM/60 persen) meliputi:

  • sebagian besar Sumatera
  • Jawa bagian Timur
  • Kalimantan
  • sebagian besar Sulawesi
  • Maluku
  • sebagian besar Pulau Papua

Sedangkan, wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di atas normal (185 ZOM/26 persen) meliputi:

  • sebagian kecil Aceh
  • sebagian besar Lampung
  • Jawa bagian barat dan Tengah
  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tengga Timur
  • sebagian kecil Sulawesi
  • Papua bagian Tengah

Wilayah dengan sifat musim kemarau di bawah normal (98 ZOM/14 persen) atau lebih kering dari klimatologisnya meliputi wilayah:

  • Sumatera bagian utara
  • sebagian kecil Kalimantan Barat
  • Sulawesi bagian tengah
  • Maluku Utara
  • Papua bagian selatan

Baca juga: BMKG dan KORIKA Kembangkan Sistem Peringatan Dini Penyakit Menular yang Dipengaruhi Iklim

Imbauan BMKG

Lebih lanjut, Dwikorita mengimbau sektor pertanian dapat menyesuaikan jadwal tanam di wilayah-wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih awal maupun lebih lambat, memilih varietas tahan kekeringan, serta mengoptimalkan pengelolaan air di daerah dengan musim kemarau lebih kering dari normal.

Sementara itu, wilayah yang berpotensi mengalami musim kemarau lebih basah dapat memanfaatkannya dengan memperluas lahan sawah untuk meningkatkan produksi pertanian.

Untuk sektor kebencanaan dapat meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di wilayah rawan yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan curah hujan normal atau bawah normal.

Kemudian, sektor lingkungan dapat mewaspadai memburuknya kualitas udara di kota-kota besar dan wilayah rawan karhutla, serta potensi gangguan kenyamanan akibat suhu udara panas dan lembap selama musim kemarau.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved