Selasa, 30 September 2025

Kasus Impor Gula

Anggap Kejagung Tebang Pilih, Tom Lembong: Semua Mendag yang Menjabat Melakukan Hal yang Sama

Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menganggap Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan tebang pilih .

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Bobby Wiratama
Kompas/Tatang Guritno
JALANI PERSIDANGAN - Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong saat mengenakan rompi tersangka dari Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kantor Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Tom Lembong menganggap Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan tebang pilih dalam mengusut dugaan korupsi importasi gula, Selasa (11/6/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menganggap Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan tebang pilih dalam mengusut dugaan korupsi importasi gula. 

Tom Lembong heran dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan tempus delicti atau waktu terjadinya pidana 2015-2023, namun mengapa Kejagung hanya menetapkan dirinya yang menjabat Mendag pada 2015-2016 sebagai tersangka. 

Padahal, semua Mendag yang menjabat pada 2015-2023, menurutnya melakukan kebijakan impor gula seperti dirinya dan tidak melanggar hukum. 

"Saya hanya menjabat pada 2015-2016, jadi kenapa hanya saya yang didakwa atau ditersangkakan, itu kan tidak konsisten ya," kata Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).

Tom pun menilai bahwa apa yang dilakukan Kejagung merupakan upaya tebang pilih atau tidak objektif. 

"Karena kalau memang perkara yang didakwa 2015-2023 ya harus konsisten. Semua Menteri Perdagangan yang menjabat, karena semuanya juga melakukan hal yang sama persis seperti saya, juga atas dasar hukum yang sama seperti saya. Ya juga harus serentak, tidak bisa milih-milih lah,” tutur Tom.

"Tidak ada yang diselewengkan, tidak ada yang melanggar hukum. Jadi, ini seperti milih-milih,” ujar Tom. 

Berkaca dari hal ini, Tom menilai Kejagung tidak menerapkan prinsip equality before the law atau kedudukan sama di depan hukum. 

Sebelumnya, Tom Lembong juga mengungkapkan rasa kekecewaanya terhadap dakwaan JPU. 

JPU mendakwa Tom Lembong telah merugikan keuangan negara Rp 578 miliar dalam perkara dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

Jumlah tersebut berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI dalam auditnya pada 20 Januari 2025. 

Baca juga: Keberatan Jaksa, Kuasa Hukum Minta Tom Lembong Dibebaskan dari Perkara Dugaan Korupsi Impor Gula

Lembong menilai bahwa kerugian negara yang disampaikan JPU semakin kabur atau tidak jelas. 

Menurutnya, tak ada lampiran audit BPKP yang seharusnya dapat menguraikan dasar perhitungan kerugian negara tersebut.

"Saya kecewa atas dakwaan, sebagai contoh, dalam situasi di mana soal kerugian negara dalam perkara saya semakin tidak jelas. Tidak ada lampiran audit BPKP yang menguraikan dasar perhitungan kerugian negara tersebut," jelasnya, Kamis (6/3/2025). 

Lembong juga menyatakan bahwa secara keseluruhan, dakwaan yang disampaikan tidak mencerminkan dengan akurat realitas yang terjadi pada saat itu. 

Ia pun menegaskan pentingnya transparansi dalam proses hukum. 

"Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, kami mengharapkan profesionalisme dan transparansi dari Kejaksaan jadi dalam hal ini Kejaksaan se-transparan mungkin terhadap kerugian negara," kata Tom Lembong

"Secara umum saya melihat dakwaan tidak mencerminkan secara akurat, realita yang berlaku pada saat itu," lanjutnya. 

JPU dalam dakwaannya menyebut bahwa kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong dalam periode 2015-2016 menyebabkan kerugian negara sebesar Rp578,15 miliar.

Jaksa menyebut, Tom Lembong menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian.

"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016," kata Jaksa saat bacakan berkas dakwaan, Kamis. 

Tom kata Jaksa juga memberikan surat pengakuan sebagai importir kepada sembilan pihak swasta tersebut untuk mengimpor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).

Padahal menurut Jaksa, perusahaan swasta tersebut tidak berhak melakukan mengolah GKM menjadi GKP lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.

Selain itu Tom Lembong juga didakwa melakukan izin impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada PT AP milik Tony Wijaya di tengah produksi gula kristal putih dalam negeri mencukupi.

Tak hanya itu, dijelaskan Jaksa, bahwa pemasukan atau realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) tersebut juga dilakukan pada musim giling.

Dalam kasus ini kata jaksa Tom juga melibatkan perusahaan swasta yakni PT PPI untuk melakukan pengadaan gula kristal putih yang dimana seharusnya hal itu melibatkan perusahaan BUMN.

Jaksa menjelaskan bahwa kebijakan impor gula yang tidak sesuai regulasi menyebabkan over-supply, yang berdampak pada anjloknya harga gula dalam negeri dan merugikan petani lokal. 

Gula sebagai barang dalam pengawasan, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 2004, seharusnya diimpor dengan mempertimbangkan produksi dalam negeri dan kestabilan harga.  

Selain itu, impor yang dilakukan juga dinilai melanggar kebijakan perlindungan petani.

Hal ini yang mengatur bahwa pemerintah harus mengutamakan hasil pertanian lokal sebelum membuka keran impor.  

(Tribunnews.com/Milani/Fahmi Ramadhan) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved