Minggu, 5 Oktober 2025

Jenderal TNI Menentang Hasrat Militer Perluas Jabatan di Sipil, Eks Kabais: Jangan Egois

Ia pun sependapat dengan pernyataan mantan Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI yang merupakan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bahwa

|
Tangkap layar rayyana.id
SOLEMAN B PONTO - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto mengkritisi Rancangan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya perluasan penempatan prajurit di jabatan sipil.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI tengah mendapat sorotan publik, termasuk dari sejumlah jenderal purnawirawan TNI.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi I DPR, pada 3-4 Maret 2025 lalu, muncul satu di antara beberapa usulan, yakni perluasan pengisian jabatan sipil oleh TNI aktif di luar ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI.

Berdasarkan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), ada 10 lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI, yaitu Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung (MA).

Usulan tersebut mendapatkan berbagai reaksi dari sejumlah jenderal purnawirawan TNI, di antaranya mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto.

Baca juga: Ini 5 Perwira yang Gambarnya Dipajang dan Dikritik Organisasi Masyarakat Sipil Terkait Revisi UU TNI

Soleman menyatakan, seorang prajurit yang berstatus dinas aktif harus mengajukan pensiun dini jika ingin menduduki jabatan sipil.

Soleman menjelaskan, hal tersebut diperlukan untuk memperjelas hukum apa yang berlaku untuk prajurit yang bersangkutan, apakah hukum militer atau sipil.

"Yang jelas kalau dia masih berstatus militer, dia (prajurit aktif) tidak bisa tunduk 100 persen terhadap lembaga dimana dia berada, karena undang-undang yang berlaku sama dia tetap hukum militer," kata Soleman, kepada Tribunnews.com.

Demikian pula jika karena alasan adanya kebutuhan sebuah jabatan kementerian/lembaga harus diisi oleh prajurit TNI aktif. Menurutnya, alih status tetap harus dilakukan terlebih dahulu.

Ia pun sependapat dengan pernyataan mantan Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI yang merupakan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bahwa konsep awal reformasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah memastikan prajurit tidak menduduki jabatan sipil atau pemerintahan.

Baca juga:  Usai Sidak di Pasar Lenteng Agung Jakarta, Mentan Amran Cerita Ditelepon Prabowo, Ada Apa?

Menurutnya, 10 lembaga yang boleh diisi jabatannya oleh prajurit aktif sudah terbilang cukup.

Kalau pun ingin menambah lembaga, katanya, yakni pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung.

"Ya setuju, setuju (pernyataan SBY). Jadi yang sudah ada itu sudah cukup. Paling yang kurang itu untuk Kejaksaan, Jampidmil belum diatur. Mahkamah Agung sudah, Kejaksaan, nah itu boleh ditambah," tuturnya.

Soleman mengingatkan agar TNI untuk tidak egois.

"Jadi, militer tidak boleh egois dalam hal ini. 'Saya perlu, masukkan dia di sipil', ya enggak bisa. Sipil itu juga punya kompetensi yang kompetensinya bisa saja tidak ada di TNI kan," tambahnya.

Lebih lanjut, Soleman menegaskan, hal yang seharusnya diminta TNI adalah perihal anggaran yang tidak perlu melalui Kementerian Pertahanan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved